Gold Hold [Chapter 2]



              

Akhir-akhir ini Golda memang disibukan dengan banyak pekerjaan bagi para karyawannya, selain permintaan dari konsumen yang selalu membludak, baik gaun pengantin ataupun yang lainnya, Golda juga tengah mempersiapkan berbagai pakaian yang akan ditampilkan dalam Golda’s Fashion Show tahun ini. Acara yang rutin diadakan Golda ini selalu mendapatkan respon positif baik dari konsumen ataupun pengamat fashion.

Seperti sekarang, kurang lebih sepuluh karyawan Golda masih berkutat dengan pekerjaan masing-masing padahal sebentar lagi istirahat makan siang. Biasanya mereka sudah meninggalkan pekerjaan dan sibuk mencari teman untuk makan siang bersama.

Apalagi di ruangan untuk staf akuntan Golda yang sampai saat ini hening. Delphine yakin mereka tengah sibuk dengan segala jenis laporan keuangan dan kalkulator masing-masing. Sedangkan Delphine sendiri mulai menggarap salah satu busana yang akan ditampilkan di GFS nanti. Sebenarnya ia sudah mengulang beberapa design, tapi setelah di serahkan pada Gabby, boss super baiknya itu selalu menolak mentah-mentah atau mengkritik beberapa detail yang tidak diperlukan dan membuat Delphine harus mengulangnya kembali.
             
Yuma masih bertahan di mejanya dengan telfon dan dua ponsel yang sedari tadi terus berdering. Panggilan dari Konsumen dan sponsor GFS kali ini tentu saja tidak bisa dihiraukan begitu saja.
             
Golda terdiri sebuah bangunan berlantai empat dengan butik dan show room berada di lantai satu dan dua, sedangkan sisanya adalah Kantor sekaligus pantry. Pramuniaga di show room cenderung bisa lebih santai dibandingkan karyawan kantor yang termasuk stylish & Assisten Designer seperti Delphine dan Yuma yang kerap kali harus bolak-bailk show room – kantor untuk menemui pelanggan khusus.
            
 Ketika Gabby keluar dari ruangannya, beberapa karyawan mulai menghampirinya. Ada yang sekedar meminta tanda tangan atau memperlihatkan beberapa design yang telah dibuat.
            
 Kesibukan Golda seketika diinterupsi oleh Gabby dengan menepukkan tangan beberapa kali, dan dalam sekejap Golda hening, kecuali Yuma yang masih sibuk dengan konsumen di ponselnya.
           
Istirahat dulu ya, nanti di lanjut lagi.” Tanpa sadar semua karyawan menarik napas lelah dan menjatuhkan punggung di sandaran kursi. “Kita harus punya energi lebih buat persiapan GFS tahun ini!!”
            
Kemudian semuanya berteriak semangat dan mulai meninggalkan meja masing-masing, beberapa orang masih menegakkan badan karena pegal, termasuk Delphine yang baru selesai memperbaharui designnya.
            
Delphine memang tidak terlalu kompeten di design, tapi seperti yang Yuma katakan, dia adalah Stylish yang oke.
            
“Del, mau makan bareng?”
            
Mendengar namanya disebut, Delphine mendongak dan mendapati Gabby yang sudah berdiri di depan mejanya. Dengan reflex dia berdiri dan mengangguk. “Café biasa mbak?”
           
“Iya, tapi tunggu adik saya dulu. Mau ikut lunch bareng katanya.”
            
Yuma yang saat itu masih berkutat dengan ponselnya langsung mengalihkan perhatiannya pada Gabby yang baru saja menyebutkan kata ‘adik’. Jangan-jangan yang dimaksud Gabby adalah adiknya yang duda keren itu! Bukan main bersoraknya batin Yuma ketika memikirkan si duda keren yang setengah mati ditaksirnya.
             
“Saya, ikut ya, Boss?”
             
Dress yang digunakan Yuma lumayan bagus, pikir Gabby saat melihat Yuma yang bersemangat ikut makan bersama. “Bukannya kamu emang selalu ngintilin kami kan?”
            
“Jadi boleh ya, Mbak?” Tanpa menunggu jawaban Gabby, Yuma langsung kembali ke mejanya dan memoleskan sedikit bedak ke wajah cantik barunya. Menutupi beberapa bedak yang mulai tersamar oleh keringat.
             
Berbeda dengan Delphine yang hanya mengenakan Blus yang sedikit diatas lutut berwarna krem, berkerah hitam polkadot dan renda di bagian bawah baju dengan corak yang sama. Rabutnya agak sedikit bergelombang dan terkuncir kuda dengan pita hitam di simpul ikat rambutnya. Wajahnya oriental dengan mata sipit dan bola mata coklat.
            
Gabby suka mata Delphine yang hanya dihiasi dengan eyeshadow yang tipis dengan mascara yang tidak terlalu tebal dan bulu mata palsu yang tidak terlalu tebal pula.
             
Beberapa saat kemudian pintu kantor Golda terbuka dan menampakan seorang laki-laki yang tinggi dengan setelan jas kantor dan sepatu hitam yang mengkilap. Delphine pernah bertemu dengan laki-laki ini sebelumnya. Oh, tentu saja laki-laki yang dimaksudanya adalah adik si boss.
            
Di sampingnya, Yuma sudah bergetar hebat ketika William melangkah masuk dan menghampiri Gabby. Mereka berpelukan dan William mencium kedua pipi kakaknya. Demi Tuhan, Yuma ingin pingsan melihat bagaimana sosok William ada dihadapannya saat ini.
            
“Will, nih kenalin, yang ini Delphine dan yang tinggi ini Yuma.”
             
Gabby membawa William kehadapan Delphine dan Yuma yang kemudian di sambut senyuman dari keduanya. Oh, God. Siapa pula yang tidak akan tersenyum melihat cowok seperti William dan berdiri tepat dihadapan mereka.
             
Dalam hati Delphine meringis karena sempat mengagumi wajah oriental milik William.
            
 “William.”       
             
“Delphine.”
           
 “Yuma.”
            
Saat giliran Yuma yang menjabat tangan William, Perempuan itu mengerlingkan matanya ke arah William dengan nakal yang kemudian dibalas dengan senyum sungkan dari William.
             
Ugh. Yuma emang gak tahu tempat banget kalo lagi kambuh!
            
Melihat penampakan Delphine yang diceritakan Gabby tadi pagi benar-benar mengejutkan William. Pasalnya, yang dia bayangkan adalah seorang gadis muda yang keibu-ibuan, tinggi dan menor. Bagaimana bisa Gabby mempekerjakan seorang anak SMA seperti Delphine dan parahnya kakaknya itu ingin William mengencaninya? Jangan bilang Gabby gila.
             
“Lunch sekarang aja yuk! Gue lapar banget.” Gabby berjalan keluar dan menggandeng tangan Delphine. Dalam hati Gabby menyimpulkan reaksi dari keduanya. Delphine dan William. William jelas-jelas terlihat kaget ketika melihat Delphine dan gadis itu sendiri … ah Gabby tidak bisa menarik kesimpulan terlalu dini.
             
William mengekor, masih tak habis pikir dengan penampakan si Delphine-Delphine ini. Padahal Gabby mempromosikan Delphine habis-habisan. Dia bahkan tidak yakin Delphine bisa ciuman.

***
           
Sambil menunggu makanan yang mereka pesan datang, Gabby membuka topik pembicaraan mengenai William. Sekalian pencitraan sepertinya. Sedangkan Yuma yang tahu topik pembicaraan kali ini menyangkut William, benar-benar antusias dan tidak henti-hentinya membenarkan rambut dan bajunya berkali-kali.
             
“Meskipun duda, William ini keren kok. Umur berapa?” 

Oke, saat ini Yuma benar-benar kehilangan kontrol. Mana sopan menanyakan umur seseorang saat pertama kali bertemu? Oh, God, Yuma memang the one and only. Dan Delphine berhasil di buat malu sebagai sahabatnya.
            
“Dua puluh tujuh.”
             
Dua puluh tujuh?
             
Pantas saja wajahnya masih terlihat begitu muda. Tapi mengapa William sudah menduda di umurnya yang masih sangat muda itu? Oh, God. Mungkin William menyadari jika istriya adalah tipe cewek yang suka morotin duit laki atau … batin Yuma masih terus berdebat tentang mengapa William menduda. Hingga ia hanya bisa diam memandangi William yang memandangi … Delphine … tunggu! Kenapa William malah memandangi Delphine???
             
“Malah cuma di pandangin doang. Ajak ngobrol bisa kali.” Dengan jail Gabby menyikut William dan berbicara terang-terangan. Membuat William setengah mati malu karena ketahuan memperhatikan Delphine.
            
“Apaan sih.”
           
“Delphine jomblo kali, Will, iya kan, Del?”
            
Kali ini Delphine yang kebingungan dengan arah pembicaraan orang-orang di meja ini. Jujur saja, sedari tadi Delphine sibuk berdebat dengan Galang di Whatsapp. Dan kalian jangan dulu bertanya mengenai siapa Galang.
           
“Hah?”
            
Berbeda dengan Gabby yang gondok setengah mati karena gagal membuat William malu, William sendiri malah menghela napas lega karena gadis itu tidak sadar bahwa William memperhatikannya sedari tadi.

***
            
“Yang bener aja, Kak. Gue yakin dia masih SMA!”
             
Ketika tiba di ruangan kakaknya, William langsung menghakimi Gabby yang bahkan belum sempat duduk di kursinya. Apa maksud William sebenarnya sih?
            
“Maksudnya?”
            
Dengan kesal William duduk di sofa, menyandarkan punggung dan mengangkat sebelah kakinya. “Maksudnya, Delphine yang lo maksud ternyata masih kecil banget dan gue gak tega kalo harus macarin dia.”
             
Mulai mengerti dengan apa yang dimaskud William, Gabby melakukan hal yang sama dengan duduk di sofa dan memandangi William yang nampak kesal. Duh, adiknya ini meskipun status sudah duda tapi tetap saja kelakuannya seperti anak-anak.
            
She’s 24.”
            
 Hah?
             
“Perlu gue ulangi sekali lagi?”
            
Benar-benar tidak disangkanya bahwa Delphine sudah berusia 24 tahun, apa yang dipikirkan gadis itu sebenarnya dengan berpenampilan seperti remaja 17 tahun? Atau memang Delphinenya saja yang baby face, ya? Bisa-bisa Johan malan menganggap William mengencani anak di bawah umur. Oh, God.
            
“Lo jangan ketipu sama out looknya dia dong. Gitu-gitu dia karyawan favorite gue!”
            
Gabby bangkit dan menuju kursinya sendiri, sedangkan William hanya bisa memandanginya dengan kesal. Lalu apa yang harus dilakukannya sekarang untuk mendekati Delphine? William mengerang tertahan, merutuki sang Kakak yang belum menginteupsinya kembali.
           
“Apa yang mau lo lakuin sekarang?”
             
Dilihatnya Gabby yang sudah membaca beberapa pekerjaannya dan membubuhi tanda tangan di mana-mana. Kenapa sekarang malah Gabby yang balik bertanya?
             
“Kalo yang satunya lagi? Dia agak dewasa dan agresif kayaknya, dan gue bisa lebih tega kalo sama dia.”
             
Sambil masih membubuhkan tanda tangannya, Gabby berpikir tentang siapa yang dimaksud William. Jika perkataan yang baru saja diucapkan William berarti tunggal, maka yang dimaksud William adalah Yuma?! Oh astaga.
             
“Maksud lo …Yuma?!”
            
 “Siapa lagi?”
           
Mata Gabby membelalak sempurna dan tanpa sadar bangkit dari kursinya kemudian berdiri di depan William yang masih duduk di sofa. Jelas sekali perempuan itu tengah menahan tawa. Benar-benar … menggelikan!
             
“Yakin lo mau sama Yuma?”
             
Dengan heran William hanya mengernyitkan dahinya dan memandang sang kakak penuh tanya. Memangnya ada apa dengan Yuma?
             
“Yuma itu baru jadi cewek tiga tahun yang lalu, dan sebelumnya dia itu cowok!”
             
“APAAAA?!”

***
            
Sebentar lagi seluruh karyawan Golda bisa pulang ke rumah masing-masing. Ada yang malah membawa sebagian pekerjaannya ke rumah, ada juga yang malah ingin segera menjauh dari segala tugas yang ada.
             
Setelah membereskan mejanya dengan baik, Yuma kembali memoleskan bedak pada wajahnya. Gila saja, ini sudah pukul empat sore, dan bedak yang Yuma beli jauh-jauh dari distributor make-up Paris luntur setelah habis jam kerja. Benar-benar mengecewakan.
             
“Yaudah, jangan kemalaman jemputnya. Mama gak bakal ngijinin.”
            
Mendengar Delphine mengakhiri percakapannya di telfon, Yuma langsung menodong sahabatnya itu dengan beberapa pertanyaan yang membuat jengah Delphine. Padahal Yuma tahu betul Delphine selesai berbicara dengan siapa.
             
Galang. Mantan pacar Delphine setahun yang lalu. Cowok belasteran indo-inggris dan sukses jadi pacar pertama Delphine pada saat itu. Setahunya, dulu Galang yang memutuskan hubungan dengan Delphine karena harus pulang kampung ke Inggris, lalu dengan santainya sekarang Galang kembali mendekati sahabatnya? Kok sialan ya?
            
“Mau ngapain lagi sih dia?”
            
Mereka sudah meninggalkan meja masing-masing dan berjalan ke luar kantor. “Ngajak ketemuan katanya.”
             
Jawaban singkat Delphine benar-benar membuat Yuma muak. Meski dia tahu Delphine sempat menolak ajakan si Galang itu, tapi Yuma tetap tidak habis pikir jika Delphine akhirnya mau menemui laki-laki yang dulu pernah mencampakkannya. Sungguh, Yuma tidak tahu hati Delphine terbuat dari apa.
           
“Lagian, kenapa kalian bisa putus sih?” Mereka masih berdiri di depan lift dan menunggunya terbuka. Yuma kembali mencecar, “Gue gak yakin alesannya cuma gara-gara dia harus balik ke inggris dan stay di sana setaonan gitu.”
             
Mata Delphine menyipit memandangi Yuma dengan sebal. Sialnya, sahabatnya selama ia bekerja di Golda ini menyebalkan sekali, Yuma punya cara-cara sendiri yang membuat Delphine akhirnya tidak bisa berbohong.
             
Dengusan keras Delphine malah membuat Yuma semakin semangat mengorek informasi tentangnya.
             
Setengah mati Delphine menutup mulutnya. Masalah yang satu ini kalau bisa tidak boleh bocor pada Yuma. Karena jika hal itu terjadi, maka seluruh karyawan Golda juga akan tahu. Bagaimana tidak? Yuma adalah ratu gossip di kantor. Menyenangkan memang dalam beberapa saat, tapi jika kita yang menjadi objek gossip Yuma, secara langsung efek menyenangkannya kandas. Total.
           
“Ah, atau … jangan-jangan lo gak mau di ajak ML sama doi ya?”
             
Mata sipit Delphine membelalak kaget mendengar tebakan dari Yuma. Sial! Kenapa? Karena tebakannya tepat!
            
 “Siapa yang ML?”
             
Tiba-tiba Gabby sudah berada diantara mereka, lengkap dengan tatapan kaget dari William. Oh, God. Tamatlah sudah nasib dia sebagai karyawan baik-baik.
             
Buru-buru Delphine menggeleng dan mengibas-ngibaskan tangannya. Boro-boro ML. ciuman saja dia belum pernah.
            
“Kamu? ML?” Gabby menunjuk Delphine yang saat ini benar-benar terlihat pucat pasi. Kemudian Gabby merangkul Delphine yang lebih pendek darinya, membuat gadis itu tegang seketika dan serasa ingin mati saja. “Delphine maksud kamu, Yum? Kalo kamu sih saya percaya.”
             
Bahu tegang Delphine merosot dalam rangkulan Gabby. Untung saja si boss baik hati tidak percaya dengan apa yang dikatakan Yuma. Sialannya Yuma jadi kuadrat! Matanya kembali memicing ke arah Yuma yang saat ini sedang menahan tawa.
            
Selain itu William juga tidak percaya gadis seperti Delphine bisa berbuat sejauh itu. Sesuai ekspetasi pertamanya saat melihat Delphine, gadis itu benar-benar naïf.

***
             
William menyempatkan diri pulang ke rumah besar untuk melihat keadaan si kembar Eve dan Wilson. Seperti biasa, rumah besar selalu terlihat sepi meskipun ia tahu betul berapa banyak yang menghuni rumah ini.
             
Jasnya tersampir di lengan sedangkan lengan kemejanya sudah tersingkap hingga siku. Dia menemukan Eve dan Wilson yang sedang bermain di depan televisi di ruang tengah. Mainan berserakan dimana-mana. Lego, Barbie, mobil remote control.
             
Saat menyadari keberadaan Ayahnya, si kembar langsung berhambur kepelukan William. “Hallo, Eve, Son.” William bergantian mencium kedua anaknya. Di dahi, kedua pipi dan bibir mereka yang kecil dengan ringan.
             
“Pop, ayo temenin Eve main Barbie.”
           
Di pangkunya Eve dan Son, dia terbiasa menggendong kedua anaknya bersamaan seperti ini. “Pop mandi dulu, oke?”
             
Keduanya cemberut seketika. Apalagi Eve yang mulai sebal karena merasa sang ayah tidak lagi perhatian padanya.
             
“Pop, gak suka ya main sama Eve?”
             
Oh, apa katanya?
             
Mana mungkin. William mencintai mereka lebih dari apapun yang ada di muka bumi ini. Di tatapnya Eve dengan lembut, lalu disadarinya bola mata Eve yang berwarna cokelat terang. “Pop, sayang sama kalian berdua. Dan gak mungkin Pop gak suka main sama kalian.”
            
“Tapi Pop jarang di rumah.”
            
Ungkapan terakhir dari mulut Eve membungkam mulut William. Dipeluknya si kembar dengan penuh kasih sayang, erat dan seakan tidak ingin terpisah walaupun hanya sepersekian detik.
            
Dulu, jeritan tangis mereka berdua yang menyambung nyawa William, untuk tetap bertahan hidup setelah di tinggal Deana. Sekarang rengekan manja mereka membuatnya sakit hati, bagaimana tidak? William merasa gagal menjadi seorang ayah dengan tidak selalu berada di samping kedua anaknya.

***
             
Sebuah blus diatas lutut berlengan pendek membalut tubuh Delphine dengan cantik. Gelang perak yang dibelinya beberapa minggu yang lalu dari teman Yuma kini menghiasi lengan kirinya. Kakinya terbalut high heel suede berwarna merah terang. Di bahunya tersampir shoulder long strap bag dengan twist lock flap closure berwarna biru yang seingatnya adalah hibahan dari sang kakak.
             
Kini gadis itu berdiri di hadapan seorang laki-laki yang tengah bersandar ke lancer terbaru miliknya. Menurut kalian? Siapa lagi kalau bukan Galang yang sebelumnya berusaha setengah mati mengajak Delphine keluar malam ini.
             
Menyaksikan kecantikan gadis yang dulu adalah kekasihnya ini membuat Galang terpesona. Malam ini Delphine seakan bisa membekukan waktu dan membuatnya hanya diam dengan lidah kelu dan mata yang menangkap penuh mata cokelat terang milik Delphine.
            
Where are we going now?”
             
Suara lembut Delphine menyentakannya kembali ke alam nyata. Ada sebagian dari dirinya yang masih tertinggal dalam-dalam di hati Delphine. Mungkin mengendap di sana, tersisih dan tak terlihat lagi.
             
Salahnya memang mengapa dulu hanya mengandalkan nafsu dan membuat Delphine lepas dari genggamannya. Mungkin saat ini aia harus kembali mendapatkan Delphine dan mengambil sebagian dari dirinya kembali.
            
“Jangan protes, Oke?”
            
Masih bingung dengan apa yang baru saja di ucapkan Galang, lengannya sudah di tarik laki-laki itu menuju bangku penumpang depan. Dilihatnya Galang yang masih mempertahankan senyumannya bahkan saat mobil sudah mulai melaju.
             
Dulu, senyuman Galang adalah hal yang membuatnya menyandu kasih, sekarang lain, meskipun jantungnya masih sering berdebar liar entah kenapa.

***
             
Hentakan musik dari alat pengeras suara yang entah dipasang berapa ribu volt membuat kepala William pusing. Pandangannya memburam melihat para hedonis yang menghabiskan waktu di lantai dansa dengan musik keras dan tarian erotis. Di sampingnya ada Burhan, clientnya untuk kerja sama baru di bidang property bersama Karta Group. Entah kenapa Johan malah memintanya menyanggupi undangan Burhan untuk menghabiskan waktu sambil membicarakan masalah bisnis di night club milik laki-laki tua berperut buncit itu.
             
Di leher laki-laki tua itu ada sepasang lengan cantik yang sedari tadi menggelayut manja pada Burhan. Beberapa kali dengan nakal mengecup atau bahkan bergelut lidah dalam mulut yang benar-benar membuat William muak sekaligus gelisah.
             
Sudah di tenggaknya tiga gelas alkohol yang disuguhkan Barhan, dan William benar-benar tidak akan meminumnya lagi. Tenggorokannya panas bukan main setelah menenggak satu gelas alkohol dan pandangannya memburam ketika menenggak gelas ke tiga.
             
Seorang perempuan dengan pakaian super mini dan rambut halus yang tergerai menghampiri William dan duduk di sampingnya. Tidak. Hampir duduk di pangkuan William.
            
Laki-laki itu mengerang tertahan ketika sebagian besar reaksi tubuhnya mengambil alih akalnya sendiri. Tanpa sadar lengannya menarik kepala si gadis dan hanya dikecupnya dengan ringan.
             
“HUEEEEK!”
             
Yang terjadi kemudian adalah William yang memuntahkan isi perutnya di dada si gadis.
             
“AWWWWW!!”
             
Jeritan si gadis malang tetap tidak terdengar di dalam suasana bising dan gelap night club ini.
             
William di dorong hingga terjengkang di sofa, dan si gadis malah merengek melihat kondisi tubuhnya saat ini.
            
Sekuat tenaga William bangkit dan berlari menuju toilet untuk kembali mengeluarkan isi perutnya.

***

             
Sial! Kenapa Galang dengan beraninya malah membawa Delphine ke tempat seperti ini.
             
Ini adalah kali pertama baginya mengunjungi night club. Rasanya benar-benar aneh melihat orang-orang bergerak liar di atas lantai dansa dengan musik yang menghentak keras. Gadis ini takut pada beberapa orang yang berjalan limbung karena mabuk dan kerap kali menabrak beberapa orang. Padahal Delphine sudah duduk diantara Galang dan teman-temannya, dengan tautan tangan yang tak terurai dan kali ini malah Delphine yang setengah mati enggan melepasnya.
             
Delphine diam ditempatnya sambil curi-curi dengar suara Galang dan teman-temannya yang sedang membicarakan masalah kontruksi bangunan. Mungkin ini berhubungan dengan bisnis, atau yang lainnya. Sungguh, Delphine tidak ingin berlama-lama di sini. Ia hanya ingin cepat pergi dan menendang Galang sekencang-kencangnya.
             
“Lang, Aku ke toilet sebentar ya.”
             
Bisikan Delphine sama sekali tidak terdengar karena hentakan musik yang keras jelas meredam suaranya. Putus asa, Delphine sedikit berdiri dan mendekatkan mulutnya ke telinga Galang. Sekali lagi ia mengulangi perkataannya, “Aku mau ke Toilet.”
           
 “Mau dianter?”
            
Jelas saja mata Delphine membelalak mendengar tawaran dari Galang. Antar katanya? Ke Toilet? Tidak. Tidak usah.
            
“Gak usah.”
            
"Oke, take care.”
             
Setelah mengangguk pada teman-teman Galang yang masih memperhatikannya, Delphine langsung melipir pergi. Setidaknya ia bisa terlepas dulu dari manusia sialan bernama Galang dan kemudian menemukan Toilet dan kemudian pulang melarikan diri dan kemudian ….
            
“Aww!”
             
Seseorang menambraknya dari belakang. Laki-laki. Gadis itu mengumpat keras melihat laki-laki itu berlari sambil sedikit membungkukan tubuhnya.
             
Ada apa dengan semua orang di sini?
             
Dengusan kesal kembali terlantun dari mulut Delphine. Kemudian matanya menatap Night club ini dengan sesama. Cahaya yang memendar remang dan semakin Delphine berjalan jauh, semakin banyak orang yang berlaku aneh, eh? Berciuman di sisi dinding dengan erangan menakutkan termasuk hal anehkah?
             
Ah, akalnya menginterupsi untuk segera meninggalkan tempat ini dan kabur dari Galang, tapi reaksi yang diberikan tubuhnya lain. Delphine benar-benar ingin pipis. Sekarang juga.
             
Omong-omong toiletnya dimana? Kenapa Night club ini ternyata begitu luas?
            
Kakinya dibuat pegal dengan tinggi sepatu 10 senti. Masih dengan kepala yang berputar kemana-mana mencari ruangan bernama Toilet, seseorang kembali menabraknya. Kali ini dari arah belakang.
             
“Aww!”
            
Delphine menatap berang laki-laki di depannya. Dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati William dengan wajah pucat berdiri di hadapannya saat ini. Tangannya berada di perut dan sedikit menekannya entah kenapa.
             
“Kamu ngapain disini?”
             
Boro-boro bisa menjawab pertanyaan William yang dilantunkan sangat pelan, Delphine malah mematung menyaksikan adik laki-laki bossnya berada di tempat seperti ini. Bagaimana bisa? Bukankah keluarga besar Ardiwilaga adalah keluarga terpandang? Kenapa bisa-bisa salah satu anggota keluarga mereka ada di tempat seperti ini?
             
Please, segala hal diluar batas kewajaran Delphine yang naïf adalah aneh. Tolong kalian mengerti.
             
Sedangkan William yang melihat keterdiaman Delphine malah mendengus sarkastis, tidak bersuara apalagi menggema memang, tapi cukup membuat perut Delphine  seperti diperas dengan keras dan kencang.
           
Duh.
             
“Oh, seharusnya saya gak usah nanya. Memangnya apa yang orang lakukan di night club seperti ini?”
             
Begitu saja yang dikatakan William, kemudian laki-laki itu bergerak meninggalkan Delphine yang masih berdiri dengan lidah kelu dan Menahan pipis yang sudah benar-benar di ujung.
            
Lagi pula kenapa William selalu menemukannya dalam keadaan buruk dan tidak dalam pencitraan yang baik?
             
Sial

This entry was posted on Minggu, 28 Juli 2013 and is filed under ,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply