Telling You (Bagian Pertama - Premis Cinta diam-diam)




Alissia tidak pernah menyangka dirinya akan benar-benar berada di sini. Di tempat yang penuh dengan manusia hedonis dan berkesadaran rendah. Dentuman musik keras yang dibawakan salah satu band SMA 89 dalam acara malam unjuk bakat yang diadakan salah satu perusahaan produsen kopi dengan brand terkenal di Indonesia ini membuatnya pusing sekaligus ketakutan. Jika bukan karena tantangan manusia bernama Samudera yang menantangnya untuk menyaksikan bagaimana performance Giant –band sekolah mereka– dalam acara malam ini, Alissia akan memilih tidur di ranjangnya sambil membaca buku 1421 ; The Year China Discovered America yang diperolehnya dari salah satu kerabat Ayah yang bekerja di Kedutaan besar Indonesia untuk London kemarin lusa. Gadis dengan rambut pendek sebahu itu gagal menandaskan buku itu dalam dua hari karena ulangan harian berturut-turut yang harus diikutinya dalam beberapa hari ini.

            Giant membawakan tiga lagu malam ini. Dua diantaranya Alissia lewatkan begitu saja karena terlambar datang. Sisa satu lagu dan mereka sedang membawakannya saat ini. Lucky strike milik Maroon5 yang mereka bawakan. Ia cukup mengenal lagu ini berkat album Overexposed yang dibelinya. Semua orang menikmati lagu yang dibawakan Giant ini. Kecuali Alissia yang sialnya malah terjebak di tengah-tengah penonton yang berjibaku di depan stage. Bau alkohol dimana-mana, asap rokok dan orang-orang yang kerap kali menginjak kakinya ketika terlalu heboh berjoget.

            Para penonton lebih terlihat seperti sedang menikmati musik Heavy metal atau lagu-lagu dari Burger Kill yang konon legendaris bagi pecinta genre music rock daripada menikmati lagu Maroon5. Di tengah aksi Samudera menggebuk Drum-nya, cowok itu masih sempat melihatnya diantara ratusan penonton yang menggila dan menyunggingkan senyum sialannya.

            Samudera atau yang kerap di panggil Sam itu adalah rival Alissia di sekolah. Mereka memang tidak pernah gontrok-gorntrokan fisik lalu kemudian saling mendiskriminasi gender. Mereka hanya kerap bersikap skeptic dan berkata sarkastis jika terpaksa berhadapan atau saling mengunggguli nilai di setiap mata pelajaran.

            Ketika lagu berakhir Alissia sudah akan pergi dan melarikan diri secepatnya dari tempat ini. Ia sudah benar-benar tidak tahan dengan bau alkohol murahan yang diciumnya pun dengan asap rokok yang meracuni paru-parunya.

            Ditengah-tengah perjuangannya meloloskan diri dari kerumunan para penonton lain, seseorang meraih tangannya dan membantunya keluar dari kerumunan. Saat itu ia tidak peduli siapa yang menolongnya, Ia hanya bersyukur ada manusia berhati baik yang membawanya keluar dari tempat mirip jebakan itu.

            “Hati-hati, jangan sampai nyenggol orang!”

            Cowok yang menariknya keluar itu sempat berkata sesuatu, meski telah dengan keras menyuarakan suaranya, tapi tetap saja Alissia tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Perkataan cowok itu mirip bisikan yang menggelikan telinga.

            “Hah?”

            Tidak ada jawaban sampai mereka akhirnya sampai di sisi panggung dengan minoritas penonton. Barulah saat itu Alissia bisa melihat bagaimana wujud super hero nya.

            Ahh, wajahnya nampak seperti anak SMP. Tapi dengan badan tegap tinggi dan terlihat keren dengan kaos yang bagian punggunya sudah basah dengan keringat.

            “Thanks, udah bawa gue keluar tadi.” Dengan kikuk Alissia menyampaikan rasa terimakasihnya pada sang hero super tampan di depannya itu. “Serius, tadi itu nyiksa banget.”

            “It’s okay. Baru pertama kali ya ke live concert kayak gini?”

            Oh? Apakah Alissia benar-benar terlihat seperti seorang cewek yang baru pertama kali datang ke acara seperti ini? Apakah ia nampak buruk sekali? Benar-benar memalukan.

            “Eh, iya sih.”

            Tanpa tahu sebelumnya siapa nama si hero super tampannya, Alissia melihat kedatangan Sam yang berjalan menghampirinya dengan kaos yang telah tersampir di bahunya dan cowok itu berjalan tanpa baju. Iya, shirtless. Jika tidak ingat ada hero super tampannya Alissia benar-benar akan menjerit ketakutan melihat cowok telanjang dada seperti itu.

            Semakin Sam mendekat Alissia bisa semakin jelas melihat bagaimana tubuh bagian atas Sam yang mengkilap dengan keringat dan sedikit menggoda, hal itu malah membuat Alissia dengan refleks menutup matanya dengan kedua tangan setelah mengalihkan padangannya ke arah lain.

            “Lo bener-bener Menuhin tantangan gue?” Terdengar suara Sam yang membuat Alissia bergidik ngeri. Sebelumnya Alissia memang belum pernah melihat seseorang bertelanjang dada. Ya, kecuali beberapa artis Hollywood yang kerap berada di majalah dan sialnya Alissia melihat mereka.

            “Udah gue bilang kan, gue bukan pengecut!” Masih dengan padangan yang terarah ke sudut lain dan tangan yang menutupi wajahanya Alissia menjawab perkataan si menyebalkan Sam.

            “Lo ngapain nutup mata gitu?”

            “Abis lo telanjang dada gitu sih!”

♫♫♫

            Apa katanya tadi? Alissia menutup pandangannya dengan tangan seperti itu hanya karena dirinya yang bertelanjang dada sehabis perform tiga lagu? Hey, bajunya basah oleh keringat dan sepertinya orang lain disini akan lebih nyaman melihatnya bertelnjang dada dari pada memakai kaos penuh keringat. Tapi sepertinya Sam melupakan keberadaan Alissia yang kolot itu.

            Sam tidak bisa menyembunyikan tawanya, Meski yang terjadi selanjutnya ia hanya terkekeh dan berusaha memutar pandangan Alissia tertuju padanya. Gadis ini memang benar-benar kolot. Meski pintar dan berotak encer tapi praktek ilmu sosialnya benar-benar nol besar.

            “Hey, dia cuma buka baju. Enggak buka kolor juga kali.”

            Rex yang sedari tadi sejak awal berada di samping Alissia membuka suara dan ikut menertawakan kekolotan gadis itu. Sejak awal Sam memang meminta Rex untuk melihat keberadaan Alissia di tengah-tengah jejelan penonton dan memastikan gadis itu baik-baik saja.

            Nampaknya olokan Rex berhasil, pelan-pelan Alissia membuka tangannya yang menutupi pandangan dan melihat Sam tepat di mata. Seolah tidak mau melihat bagaimana bagian tubuhnya yang lain. Benar-benar konyol.

            “Lo kok buka baju gitu sih? Pamer banget!”

            “Mending mana daripada gue pake baju penuh keringet kayak gini?” Dengan usil Sam melayangkan sepotong pakaiannya yang basah dan berkeringat ke depan wajah Alissia, membuat gadis itu bergidik dan menciut. Oh, tentu saja. Siapapun akan merasa jijik dengan keringat orang lain.

            “Ihhhhhhh, anjrit banget sih!”

            “Eh? Ngomong apa barusan? Kok cewek kasar banget ngomongnya.”

            Jarang sekali Sam mendengar Alissia berkata kasar kecuali gadis itu benar-benar muak dan marah. Kini Gadis itu hanya terdiam sambil merenggutkan wajahnya. Alissia hanya memakai jeans panjang dan kaos berwarna biru toscha lengan pendek. Jaketnya hanya tersampir di lengan karena sepertinya Alissia membukanya ketika kepanasan saat berada di tengah desakan para penonton yang lain.

            “Iya-iya, sorry. Giant udah performnya kan? Gue mau balik aja! Berisik banget di sini!”

            “Kok udah mau balik aja sih, ucapin selamet kek ke member Giant yang lain.”

            “Gak mau ah, mereka pasti bau keringet kayak lo!”

            Kesal karena Alissia yang keras kepala membuat Sam melengos dan mengalihkan pandangannya pada Rex. Sahabatnya itu masih berdiri di samping Alissia dengan dahi mengernyit. Mungkin tidak mengerti dengan situasi yang  sedang terjadi di antara mereka sekarang ini.

            “Thanks Rex, udah bantuin nih cewek lolos dari maut.”

            Sam bisa melihat bagaimana Alissia terkejut mengetahui bahwa Rex adalah salah satu temannya. Lagi pula, Alissia kira Rex siapa? Pangeran berkuda putih yang menyelamatkannya dari bahaya dan sekutu penyihir? Ini semua memang ide Sam agar Alissia yang kolot itu tidak kenapa-napa.

            Sempat terpikir dalam benak Sam tentang mengapa ia sebegitu perhatiannya memikirkan nasib Alissia. Tapi kemudian Sam menjawab pertanyaan dirinya sendiri dengan lugas bahwa Sam tidak mau di tuduh mencelakakan anak orang jika sampai terjadi sesuatu pada Alissia. Cewek kolot itu datang kemari berkat tantangannya tempo hari. Mau tidak mau Sam harus memastikan keselamatannya juga. Hanya itu. Jadi tolong jangan berlebihan.

            “Dia temen lo?”

            Akhirnya Alissia menelurkan pertanyaan yang sepertinya sudah dipendam begitu lama dalam benaknya ketika Rex baru saja pergi kemudian menghampiri gadis tinggi berambut super lurus yang sepertinya sudah menunggu cukup lama. Jika Sam tidak salah, cewek itu adalah Mariska. Cewek yang baru di pacari Rex beberapa bulan ini.

            “Lo pikir?”

            “Gue pikir di emang tulus nolongin gue.”

            Tanpa Sam duga, Alissia menjawab pertanyaan Sarkasnya begitu saja. Cewek ini memang polos. Tapi enak diajak adu mulut. Sam bisa melihat bagaimana garis wajah Alissia yang berubah sedih seolah berkerut karena air mukanya terkuras habis paska badai kekecwaan yang melanda cewek itu beberapa saat yang lalu. Merasa bersalah, Sam berusaha menghibur Alissia. Meskipun ia tidak tahu apa yang dilakukannya benar atau salah. Layak atau tidak.

            “Lo kecewa?” Dilihatnya Alissia hanya memandanginya dengan tatapan muram dan wajah yang menekuk. Setelah membersihkan tenggorokannya dnegan berdehem, Sam kembali membangun kata-katanya dan membuat Alissia atraktif bereaksi. “Gue bilangan aja sih, jangan suka sama dia. Dia tipe cowok brengsek. Jangan mau.”

            “Kalu dia brengsek, terus Lo apa dong? Suhunya orang brengsek?”

♫♫♫

            Kelas 11-IPA2 sesak dengan suasana mencekam saat pelajaran matematika kali ini. Bu Rose, guru matematika mereka dengan tidak biasanya memberikan kuis untuk satu jam pelajaran pada seluruh siswa. Beliau bilang, soal yang diberika diambil dari materi kelas sepuluh, seperti matriks atau logaritma. Sistemnya, Bu Rose mengajukan pertanyaan, dan setiap siswa berlomba-lomba mengadu kecepatan untuk bisa menjawab pertanyaan yang telah diajukan. Aka nada tambahan nilai untuk nilai di akhir semester bagi siswa yang berhasil menjawabnya dengan cepat.

            Seolah ajang, semua siswa mengerahkan kemampuannya agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan tepat. Kali ini pertanyaan ketiga. Kedua pertanyaan sebelumnya berhasil di jawab Sam dan Alissia. Mereka seolah tidak mau kalah dan tidak membiarkan satu sama lain mendapatkan kesempatan.

            “Kali ini materi Materi tentang Logika yang telah di pelajari di semester dua kelas sepuluh kemarin.”

            Bukan main paniknya Alissia. Cewek itu sama sekali tidak ingin Sam lebih unggul dari dirinya. Diam-diam ia menatap Sam yang sedang duduk dengan begitu santai dan sialnya cowok itu juga tengah menatapnya. Alissia kira dia sedang menertawainya yang tidak bisa tenang dalam kondisi seperti ini.

            “Saya mempunyai sebuah kalimat ‘Jika matahari terbit semua ayam berkokok’ perntanyaan saya adalah, apa kontraposisi dari kalimat tersebut, dan jelaskan dalam bahasa matematika!”

            Beberapa detik semua siswa hanya diam, ada yang benar-benar tidak tahu dengan apa yang ditanyakan Bu Rose atau ada yang lupa dan berusaha mengingatnya. Mata Bu Rose kembali menangkap lengan Alissia dan Sam yang terangkat dalam beberapa detik, seolah menegaskan merekalah yang terlebih dahulu mengangkat tangan.

            “Saya tidak tahu siapa yang terlebih dahulu mengangkat tangan.” Beberapa saat kemudian semua teman sekelas mereka berbisik-bisik dengan teman sebangkunya tentang Alissia dan Sam yang sama-sama pintar dan tidak mau mengalah sama sekali. Ada yang pro Alissia dan kontra Sam ataupun sebaliknya. Setiap dalam kesempatan seperti ini mereka seolah menyaksikan acara cepat tepat tingkat RW yang selalu diadakan setiap tahun dalam rangka menyambut hari ulangtahun Negara. Benar-benar pengandaian yang menyedihkan. Eh? Pengandaian atau perbandingan?

            “Saya yang duluan ngangkat tangan, Bu!” Suara Sam terdengar menyeruak di tengah-tengah keadaan kelas yang hening. Merasa tidak terima, Alissia menyangkalnya dengan mengatakan bahwa ia yang terlebih dahulu mengangkat tangan.

            “Enggak, Bu! Saya duluan yang ngangkat tangan!”

            Merasa akan melakukan hal yang tidak adil jika dirinya memilih salah satu diantara mereka berdua untuk menjawab pertanyaan, Bu Rose memutuskan untuk member keduanya pertanyaan berjenis serupa. Sepertinya hal itu akan lebih baik.

            “Biarkan, Sam menjawab pertanyaan ibu tadi Alissia. Sebagai gantinya ibu akan memberikan sub pertanyaan lain untuk kamu.”

            Tentu saja gadis itu terlihat kecewa sehingga menjatuhkan dirinya begitu saja diatas bangku. Ia sempat melirik kea rah Sam yang sudah bersiap menjawab pertanyaan bu Rose. Jika dipikir-pikir, selain lumayan ganteng dan keren, Sam juga pandai dan beruntung. Ugh, berhenti berpikir seperti itu Alissia. Kamu akan terpuruk jika terus melakukannya.

            “Maaf, bu. Boleh diulang pertanyaannya?”

            “Kontraposisi dari kalimat ‘Jika matahari terbit semua ayam berkokok’ kemudian terangkan pada saya dengan kalimat matematikanya.”

            Alissia bisa melihat bagaimana semua mata tertuju pada Sam yang sudah berancang-ancang menjawab tanpa terlihat berpikir mengingat materi lampau nan busuk ini. Pikiran negativenya memberikan gagasan jika Alissia sebenarnya tidak akan pernah bisa mengungguli Sam dalam hal apapun.

            “Kontraposisi dari kalimat tersebut adalah, Jika matahari tidak terbit, maka semua ayam tidak berkokok. Semua itu di dasarkan pada kalimat tersebut yang merupakan sebuah implikasi, dimana jika matahari dikatakan p dan ayam adalah q maka kontraposisi dari sebuah implikasi adalah negasi q maka negasi p.”

            Hampir semua teman-teman sekelas mereka yang lain sibuk mengingat pelajaran yang telah mereka pelajari di kelas pertama sekolah menengah mereka itu. Ada yang mencocokan dengan hasil jawaban mereka ada juga yang tetap diam saja seolah menyimak apa yang terjadi. Alissia hanya mencibir, melihat seringai menyebalkan Sam yang dilayangkan padanya. Benar-benar memuakkan.

            “Ya, tepat sekali. Terima kasih Samudra, kamu bisa duduk kembali.”

            Alissia masih menaruh pandangannya pada Sam yang bertingkah menyebalkan sampai suara Bu Rose terdengar menyebut namanya.

            “Alissia?”

            “Ya, Bu?”

            “Pertanyaan saya, sebutkan negasi dari kalimat ‘X kuadrat dikurangi empat sama dengan nol maka X sama dengan negative 2 atau X sama dengan 2’ Sebutkan negasi dari kalimatnya dan tuliskan di papan tulis dengan kalimat matematika.”

            Sekuat tenaga Alissia meyakinkan dirinya bahwa ia bisa menjawab apa yang ditanyakan guru matematikanya itu dengan benar, karena selama ini kendala besar Alissia hanyalah kepercayaan dirinya sendiri.

            “Negasi dari kalimat tersebut adalah ‘X kuadrat dikurangi empat tidak sama dengan nol maka X tidak sama dengan negative dua dan X tidak sama dengan dua.”

            Bu Rose mengernyitkan dahi dengan jawaban Alissia meski tidak begitu kentara, kemudian ia membiarkan gadis itu menuju depan kelas untuk menuliskannya dalam kalimat matematika.

            Seluruh siswa kelas 11-IPA2 bisa melihat bagaimana Alissia menuliskan ; X² - 4 = 0 → X = -2 dan X ≠ 2.

            Setelah selesai menuliskan jawabannya dan meletakan spidol, Alissia bergerak kembali ke bangkunya dengan perasaan takut. Takut salah. Takut malu. Selalu itu yang dipikirkannya. Matanya melihat kearah Sam yang sibuk membisikan sesuatu dengan gerak mulut yang dibuat selebar mungkin. Seolah memberitahunya sesuatu.

            Meski tidak bisa mendengar, Alissia bisa membaca gerak bibir cowok itu dengan baik, dan jika tidak salah membaca, Sam baru saja mengatakan ‘salah’. Untuk apa? Jangan bilang untuk jawabannya?

            Mulut Alissia terngaga sebelum duduk kembali di bangkunya sembari melihat bagaimana Sam dengan bisikannya. Ia memang tidak tahu pasti benar atau tidaknya jawaban yang sudah dituliskannya di depan itu, bisa saja Sam hanya menakut-nakutinya saja. 

            “Sayang sekali, Alissia. Jawabannya kurang tepat. Ada yang bisa memperbaikinya?” Setelah beberapa saat tidak ada yang berani mengangkat tangan, Bu Rose kembali menyerahkan spidol ke tangan Sam dan menyuruhnya memperbaiki hasil jawaban Alissia.

            Yang dilakukan Sam di depan dengan jawabannya hanyalah mengganti tanda implikasi dengan konjungsi dan tada sama dengan kedua dengan tanda tidak sama. Sial, sepertinya Alissia keliru tanda baca matematika.

            “Kesalahan Alissia ini fatal sebenarnya, karena tidak ada tanda negasi dari awal kalimat dan implikasi sama sekali tidak berubah menjadi konjungsi seperti seharusnya. Jadi jawaban yang tepat menurut saya adalah seperti ini.”

            ~X² - 4 = 0 ˄ X ≠ -2 dan X ≠ 2

♫♫♫

            Alissia tidak terlihat di kelas ketika jam istirahat. Padahal cewek itu selalu menghabiskan waktu istirahatnya dengan memakan bekal makanan yang dibawanya dari rumah sambil bergosip ria dengan penghuni banhku sebelah. Tapi kali ini Sam tidak melihatnya. Apa jangan-jangan ini masih masalah saat pelajaran matematika tadi? Saat Sam benar-benar memvonis Alissia salah dan fatal mengerjakan soal yang telah di berikan Bu Rose. Lagipula memang benar gadis itu salah.

            Ini bukan kali pertama Alissia menghilang saat jam istirahat dan ini juga bukan kali pertama Sam menghawatirkan cewek itu.Tidak ada yang mengetahui, bahwa januh dilubuk hatinya, berbeda dengan pertikaian dan sikap ketus serta skeptisnya pada Alissia selama ini, Sam menyimpan perasaan suka pada cewek itu. Sudah agak lama. Semenjak masa orientasi mungkin.

            Ya, memang sudah lama sekali. Dan sialnya Sam bukanlah cowok bermulut manis yang bisa menerbarkan kata cinta di depan orang yang disukainya. Apa yang dilakukannya selalu berbanding terbalik. Seperti membentak dan marah jika khawatir atau menghina dan ketus ketika memuji.

            Sungguh bukan sesuatu yang bisa ia kontrol sendiri. Sam mengaku menyerah untuk hal yang satu ini.

            Setelah mencari Alissia keseluruh penjuru sekolah, Sam bisa menemukan gadis itu berada di taman belakang sekolah bersama seekor kelinci yang sedang digendongnya dan dijejali dengan wortel. Sekolah mereka memang memelihat beberapa ekor kelinci yang di biarkan berkeliaran bebas di taman, juga beberapa ekor burung parkit yang berada di kandang besar yang juga berada di lingkungan sekitar taman.

            Sam bisa melihat bagaimana Alissia menikmati waktunya dengan kelinci itu. Dengan beridiri di balik pohon yang teduh dan dapat menyembunyikan dirinya, Sam menumbuk perasaannya semakin dalam dan tidak terlihat. Menjadi penganut cinta diam-diam dan meranakan diri dengan derita yang ia cipatakan sendiri.
Konyol memang. Tapi ada sensasi luar biasa bagi penikmatnya.

            “Lis! Jangan di jejelin rumus logika sama premis-premis yang gagal lo jawab tadi ke kelincinya dong!”

            Mulai sadar bahwa Sam mengolok-olok dirinya, Alissia mengakkan badan, membiarkan kelinci manis berbulu tebal di dekapannya pergi dan melemparkan sisa wortel di tangannya pada Sam. Tepat sasaran karena mengenai wajah sam, tepat di hidung.

            “Makan tuh wortel! Udah gue jampe-jampein pake premis logika tadi!”

♫♫♫

This entry was posted on Sabtu, 24 Agustus 2013 and is filed under ,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

2 Responses to “Telling You (Bagian Pertama - Premis Cinta diam-diam)”

  1. lanjut dong kereen. jadi penasaran hehe :)

    BalasHapus
  2. Casino & Hotel in Hanover - JTM Hub
    Find the best in gaming & entertainment at Hanover. 영천 출장안마 Whether you're a 상주 출장마사지 weekend-goer 전라북도 출장안마 or just a weekend of 부천 출장샵 fun, we have something 속초 출장마사지 for everyone.

    BalasHapus