Gold Hold [Chapter 15]


PS : Buat mendramatisir suasan, coba play lagu christian kane yang thinking of you yaaaa di scene-scene Gabby sebagai background sound-nya .

Enjoy.


Pagi-pagi sekali Delphine sudah berada di depan pintu apartemen William. Seperti janjinya, dia akan berada di samping William saat merayakan ulang tahun si kembar. Ada hal yang sudah direncanakannya dan ia yakin ini akan berhasil. Pengalaman yang tidak akan dilupakan si kembar ataupun Ayahnya. 

            Sedangkan William yang baru saja terjaga dari tidurnya, terkejut begitu saja ketika melihat penampakan Delphine yang berdiri di depan Apartemennya. Sudah wangi dan cantik. Kemudian William mencoba memandangi dirinya sendiri, belum mandi dan bau. Oke William tahu itu.

            Si kembar juga nampaknya masih terlelap. Saat Delphine dipersilahkan masuk, kedua anak itu tidak terlihat.

            “Saya tidak tahu kamu akan datang sepagi ini.”

            Ya, Delphine sendiri tidak menyangka mengapa dirinya sesemangat ini.

            “Kita memang harus ke Pasar sepagi mungkin.”

            Apa yang dikatakan Delphine kontan membuat William berbalik dan terbelalak. Apa katanya? Pasar? Untuk apa?

            “Nagapain ke Pasar?”

            “Udah deh jangan dulu banyak tanya. Kamu mandi, biar saya yang bagunin si kembar.”
***

            William memutuskan untuk memakai mobilnya saja ke tempat yang telah direncanakan Delphine. Seperti biasa, Delphine duduk di bangku penumpang depan dengan kedua anaknya yang berebut ingin mendapatkan pangkuan gadis itu.

            Kali ini Wilson yang mendapatkan pangkuan Delphine dan Eve mundur dengan teratur. Radio dinyalakan, memperdengarkan lagu after the love has gone yang entah milik siapa ke telinga para pendengarnya. Ini adalah salah satu lagu favorite Pak Goes yang juga selalu diperdengarkan pada Delphine semasa kecil.

            “Kita mau kemana sih, Tante?”

            Di perempatan lampu merah Wilson mulai bertanya setelah keterdiamannya yang begitu lama. Suara anak itu pelan sekali, serak pula. Delphine perlu menurunkan kepalanya dan mendengarkan Wilson kembali bertanya sekali lagi.

            Ya Tuhan, nampaknya Wilson demam. Badannya panas, Matanyapun merah. “Kamu sakit?”

            Mendengar Delphine bertanya demikian, William menolehkan pandangannya pada mereka berdua, tidak terkecuali Eve yang berada di belakang, ikut merogohkan kepala melihat bagaimana keadaan Wilson.

            “Badannya panas, Will.”

            Lengan kokoh William merangsek meraih kepala Wilson dan meletakan telapak tangannya pada dahi anak laki-laki itu. Memang benar, agak panas dari normalnya. “Kamu gak apa-apa?”

            “Enggak, Pop. Son cuma kedinginan.”

            Delphine dan William saling berpandangan. Mereka buta soal gejala ketidaksehatan. Apakah Wilson baik-baik saja atau malah sebaliknya, mereka tidak tahu. Tapi berdasarkan pengalaman William sebagai Ayah, Demam itu bukan penyakit, tapi gejala suatu penyakit. Takut Wilson kenapa-napa, William memutar arah ketika lampu merah selesai. Mereka akan pergi ke rumah sakit saja kalau begini.

            “Kita ke dokter aja dulu.”
            “Rencana kita?”
            “Dengan Wilson yang gak enak badan?”

            Sadar dengan nada bicara William yang mulai terdengar sarkas, Delphine merosot dan memutuskan mengikuti apa yang akan dilakukan William. Memangnya siapa Delphine sehingga ingin memaksakan kehendaknya sendiri pada William dan si kembar? Calon ibu? Ke Laut saja dulu.

***
            Kamar Gabby terlihat sangat rapi. Beberapa pembantu memang membereskannya sebelum Gabby dipindahkan ke rumah. Sudah beberapa hari ini Ia diperbolehkan kembali beraktifitas.

            Kembali ke Golda dan menemukan sedikit kekacauan di sana. Pagi ini ia akan beristirahat dulu di rumah dan memaksimalkan kemampuannya besok di Golda. Setelah mandi dan masih mengenakan handuk kimono yang melekat di tubuhnya, Gabby bergerak akan membuka tirai jendela kamarnya. Menantikan sengatan matahari pagi yang akan meyorot kamarnya dengan kehangatan.

            Tangannya meraih tirai dan membukanya dengan sekali hentakan. Penampakan taman belakang rumahnya yang tertata rapi benar-benar menyenjukan padangan. Tapi ada yang menarik perhatiannya. Seolah komposisi yang tidak pas pada sebuah gambar, Apa?

            Nampaknya sebuah kertas. Tidak, kertasnya menjadi pemberat sebuah balon gas. Ya, di balkonnya ada sebuah balon gas yang tergantung dengan berat sebuah kertas dan batu yang terikat di ujung talinya. Gabby tergerak mengambilnya. Matanya menatap ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Apakah ini sebuah surat? Apakah ini ditujukan padanya?

            Diraihnya kertas itu dan Gabby kembali masuk ke dalam kamarnya setelah menutup pintu balkon. 

            Perempuan itu duduk di atas ranjangnya lalu pelan-pelan membuka surat yang sepertinya ditunjukan padanya itu. Kertas yang lusuh. Tapi tintanya terlihat baru dan tebal.

Kane
“must come to some ending.”
“And when a new moon shines through your window.”
“Or you hear a sad song on the radio.”

            Gabby terlihat terdiam membaca tulisan yang ada pada secarik kertas itu. Ia memang tidak tahu apa maksud si penulis surat menuliskan potongan-potongan lirik lagu Christian Kane itu. Ini bukan lagu asing baginya. Ini adalah lagu favoritenya dulu. Ya, dulu sekali.

            Tiba-tiba otaknya seakan berubah menjadi roll film dan memutarnya sendiri pada kurun waktu masa lalu. Banyak bayangan orang-orang yang pernah ia temui di sana, ada yang ingin ia temui lagi  sekarang dan ada yang enggan.

***
3 tahun lalu …
            Menjalin hubungan dengan Jo bukanlah suatu hal yang mudah. Tapi Gabby sanggup bertahan hingga dua tahun terakhir ini. Hari ini adalah ulangtahunnya, Jo memintanya datang kesebuah restoran mewah yang disebutkannya dalam pesan singkat yang telah ia kirim. Ada dua sisi yang dimiliki diri Jo. Sekuat tenaga Gabby berusaha mencintai keduanya, meski kadang dengan peluh dan sakit yang ia rasakan setiap kali mencoba melakukannya.

            Jo bukanlah pacar pada umumnya, Gabby menyadari hal ini setelah satu tahun hungan mereka. Ada yang salah dengan Jo. Kekasihnya itu seperti psikopat. Awalnya Gabby menganggap tamparan Jo di pipi dan pukulan yang sering di lontarkan kekasihnya itu hanya luapan emosi sesaat, tapi kemudian hal itu kerap terjadi. Gabby tidak bisa lepas darinya karena beberapa masalah.

            Rasa sayangnya, rasa kasihan dan tekanan Jo yang tak menginginkan Gabby hengkang dari kehidupannya.

            Setiap kali Gabby meminta putus, Jo akan mengurungnya di apartemen milikinya selama beberapa hari, tergantung seberapa cepat Gabby memohon ampun dan kembali duduk di sampingnya. 

            Hal ini tentu menyeramkan bagi kalian yang baru mengalaminya. Tapi tidak dengan Gabby, dua tahun berlalu dan Gabby sudah kebal dengan cacian, tamparan dan pukulan yang sering dilontarkan laki-laki itu.

            Lama-lama ia terbiasa. Terbiasa dengan sakit yang ia jaga.

            Malam itu hujan. Gabby datang sendiri ke restoran yang dimaksud Jo dengan mobilnya.  Bahagia tak terkira ketika Jo bersikap begitu menyayanginya dan sakit yang tak terukur ketika Jo berubah menjadi sisi lain dari dirinya.

            Gaun yang dikenakan Gabby cukup terbuka, ia kira sebuah gaun seperti itu pantas dipakai untuk sebuah acara makan malam di hari ulangtahunnya sendiri. Tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, Gabby tetap berangkat dan berharap Jo berada di sana dengan buket bunga super besar seperti yang dimimpikannya kemarin malam. Ini adalah impiannya, tidak salah, dan jangan protes.

            Tiba di sana, Gabby di sambut dengan sebuah restoran mewah dengan banyak lampu cantik yang menghiasinya. Dari luar Gabby bisa melihat Jo berdiri menyambutnya di dalam dengan setelan jas mahalnya. Ini mungkin hari bahagianya, dengan sedikit berlari, Gabby datang menghampiri Jo dan menghambur kepelukannya. Senyuman Jo nyata tercipta.

            “Selamat ulang tahun, Cherie.”

            Tidak ada jawaban dari Gabby, gadis itu sibuk mengontrol dirinya sendiri agar tidak mengeluarkan air mata. Sekali lagi, ini adalah bagian kebahagian lain dihidupnya. 

            Jo mengiringnya masuk. Menuju sebuah meja bundar besar dengan dua buah kursi. Meja khusus mereka mala mini. Ia ingin memberikan yang terbaik bagi sang kekasih di hari ulang tahunnya. 

            “Kamu nyiapin ini semua?”

            “Siapa lagi?”

            Senang sekali melihat Gabby senang dengan kerja kerasnya. Sudah beberapa hari yang lalu Jo mempersiapkan ini semua. Restauran, buket bunga yang ada di setiap sudut ruangan bahkan hingga lilin yang ia siapkan khusus untuk malam ini.

            Pelayan datang dengan makanan di nampan logam yang dibawanya, ada beberapa mangkuk kecil berisi makanan yang tidak di ketahui Gabby. Jo memandangi sang kekasih yang masih terkagum-kagum. Setelah pelayan selesai menghidangkan makanan pembuka untuk mereka, Jo menarik tangan Gabby dengan perlahan.

            “Aku mau, di hari special kamu ini, aku melakukan seribu hal special buat kamu. Biar kamu gak bisa lupa, sama aku dan kenangan yang kita buat.”

            Air mata Gabby hampir keluar, namun ia masih berusaha menahannya. Ini memang air mata bahagia, tapi tidak. Ia berpikir untuk tidak menumpahkan air mata apapun yang terjadi hari ini.

            Matanya menangkap Jo yang sedang mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru dari dalam saku jasnya. Apa jangan-jangan … Jo akan melamarnya hari ini? Iyakah?

            Astagaaa, satu hal yang tak pernah di bayangkan Gabby akan terjadi hari ini.

            Ketika Jo mulai membuka kotak beludru itu, sebuah cincin bertahtakan berlian di atasnya terlihat begitu mengikat siapa saja yang melihatnya. “Kamu mau jadi pendamping hidup aku untuk selamanya?”

            Susah payah Gabby menelan ludahnya sendiri, Ini adalah peristiwa paling indah sekaligus membingungkan baginya. Apa yang harus dijawabnnya?

            Tentu saja Jo menginginkan jawaban Ya dari Gabby, tapi entah kenapa hari itu Gabby berada dalam keraguan ketika akan mengucapakan satu kata dengan satu huruf kokal dan konsonan itu. Pikirannya teringat bagaimana Jo yang temperamental  dan psikopat. Apakah Gabby akan benar-benar sanggup menghabiskan seluruh sisa hidupnya bersama seorang Jo?

            Pertanyaan-pertanyaan itu berkeliaran di otaknya. Mencipatakan keraguan besar yang tidak bisa Gabby enyahkan begitu saja. Tapi mana mungkin Gabby menolak, bukankah ia bahagia bersama laki-laki itu? Bukankah …

            Ah sudahlah, bertengkar dengan batinnya sendiri bukanlah sebuah solusi. 

            Tangan Jo menyentuh punggung tangannya, membuatnya terkejut dan tertarik kembali ke alam nyata.
  
            “Kamu menolak?”
            “Eh?”
            “Atau kamu ragu?”

            Bagaimana Gabby harus menjawabnya?

            “Enggak, bukan gitu. Aku Cuma ..”

            BRAAAAK!

            Jo menarik taplak meja cantik yang sebelumnya neghiasi meja bundar ini. Membuat beberapa makanan dalam magkuk jatuh dan berceran di bawah lantai. Pelayan yang berusaha mengetahui apa yang terjadi hanya terdiam melihat bagaimana Jo maraha. Mereka mungkin abaru melihatnya, tapi tidak dengan Gabby, ini hal biasa.

            Ya, ini hal biasa yang tetap membuatnya gemetar bukan main.

            Tangan Jo yang besar mencengkram Gabby yang kini hanya berdiri di depannya, memaksanya menjawab dan mengatakan apa yang menjadi halangannya menerima lamaran Jo. Gabby pikir apa? Dua tahun mereka menjalin hubungan dan peremouan itu tidak meneriam pinangannya? Benar-benar bodoh, dengusannya terdengar dalam hati.

            Yang nampak hanya kemarahannya dan sikap kasarnya seperti biasa.

            “Jawab!”

            Ini tidak seperti apa yang diharapkan Gabby dalam momen ulangtahunnya. Tidak seperti Apa yang diucapakannya dalam serentetan doanya pada Tuhan, kenapa jadi seperti ini? Kenapa Jo kembali berubah mejadi seorang iblis dengan tanduk yang tersembnyi seperti ini?

            “Kamu pikir! Dengan sikap seperti ini aku bakal nyaman hidup selamanya sama kamu?” Tidak percaya dengan apa yang dikatakannya sendiri Gabby langsung terdiam. Ucapannya tadi mungkin telak bagi Jo, karena sebelumnya Gabby selalu diam ketika Jo menyiksanya. “Kamu psikopat!”

            PLAAAK!

            Tamparan keras Jo terhantam pipi pualam Gabby, membuatnya terlihat memerah dan Gabby kain sekali aka nada luka keunguan yang membekas. 

            “Dengan kamu nampar aku, keraguan aku buat nerima lamaran kamu semakin kuat, Jo.” Air mata Gabby sudah merebak. Niatnya tidak tercapai, tidak ada airmata dengan Jo memang benar-benar mustahil. Semseta tidak mengijinkan air matanya absen barang sekalipun.

            Entah kalap atau apa, Jo mengambil pisau yang ada di bawah lantai. Alat makan yang sebelumnya di sediakan untuk memakan makanan yang telah disiapkannya.

            Setan mana yang merasuki tubuh Jo, Gabby tidak tahu. Laki-laki itu mengarahkan pisaunya ke lengan dan menyayat kulit lengannya sendiri dengan pisau. Bukan main kagetnya Gabby ketika darah segar mengalir dari  celah kulit yang terbuka.

            “Kamu lihat? Aku bisa menyakiti diri sendri dengan kamu yang ninggalin aku.”

            “Silahkan!”

            Kembali tidak menyangka dengan apa yang dikatakan Gabby, Jo mengarahkan pisaunya pada leher Gabby. Seketika Gabby lupa cara bernapas. Bergerak sediki saja, benda tajam itu akan menyayat kulit lehernya.

            “Ini yang bikin aku ragu. Kamu yang kejam dan pemarah. Kamu harusnya tahu itu.”

***
            Mengingat masa lalunya dengan Jo membuat Gabby pening seketika. Surat ini memang dari jo. Tidak salah lagi. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Apakah laki-laki itu balas dendam? Apakah dalang dari balik semua kejadian yang menimpanya akhri-akhir ini adalah Jo? Benar-benar tidak bisa dipercaya. Harusnya Gabby tahu Jo adalah psikopat yang bisa melakukan apapun demi nafsunya yang harus terpenuhi.

            Kertas berisi surat dari Jo itu jatuh keatas lantai sedangkan Gabby menangis tersedu-sedu. Bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Ini yang paling dibencinya. Ketika ia bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.

***

            Wilson tidak apa-apa. Demamnya hanya gejala, dokter mengatakan bahwa daya tahan tubuh Wilsom menurun karena kemarau saat ini. Anak itu nampak sehat ketika keluar dari ruangan dokter, kembali berkutat dengan pspnya dan berjalan di samping Eve.

            “Jadi kita ngapain sekarang?”

            Rencana yang sudah disusun Delphien sudah hancur secara bertahap sejak William memutuskan mengantar Wilson ke dokter. Dia tidak tahu lagi harus apa, seharusnya William ada ide alternative dan tetap merayakan hari ulang tahun anaknya.

            “Menurut kamu?”

            “Malah balik nanya.”

            Mereka sudah berada di dalam mobil dan William memilih mengajak anak-anaknya pergi ke taman bermain saja hari ini. Meski sama dengan tahun kemarin setidaknya …. Sial, memang nampak tidak kreatif ayah yang satu ini.

            “Kita ke dufan lagi yuk?”

            Baik delphine ataupun kedua anaknya nampak terkejut dengan ide William. Tahun lalu mereka juga ke dufan, tapi mereka nampak senang.

            “Mauuuu, Pop!”
            “Dih, gak kreatif.”

            Suara panggilan di ponselnya terdengar. William mengangkatnya sebentar dan betapa terkejutnya ia ketika mendengar apa yang dikatakan Pak Goes di seberang sana.

            Ketika sambungan terputus William segera menyalakan mobil dan menarik persneling. Ini adalah hal gawat, kalian bisa lihat dari ekspresi William saat itu.

            “Ada apa?”

            “Kita ke rumah kamu sekarang.”

***

            Kediaman rumah Pak Goes terlihat sepi dari luar, tapi di dalam sudah banyak sekali orang di dalamnya. Pak Goes memang membawa beberapa anak buahnya utuk berjaga di dalam rumah. Alexandra terlihat berada di samping Mama, Wanita tua itu banyak diam dan berkata seadanya ketika di tanya.

            Dengan tidak tahu apa-apa Delphine mengikuti William yang menitipkan anak-anaknya ke rumah besar dan tanpa menjelaskan apapun mereka menuju rumahnya yang ternyata sudah ramai. Begitu melihat Mamanya, Delphine segera menghampirinya dan mencoba bertanya apa yang terjadi. Alih-alih Mama yang menjawab Alexandra malah menggantikan mamanya menjawab.

            Pak Goes juga nampak di sana dan menggiring William mendekat ke arah Mama, Alexandra dan Delphine yang terduduk di sofa. Nampak saling menenangkan.

            “Ma, mama bisa ceritakan kembali peristiwa tadi?”

            Ketika di minta suaminya, Mama langusng mengangkat kepala dan mencoba setenang mungkin menceritakan apa yang terjadi tadi.

            “Beberapa saat yang lalu, Mama sedang merawat beberapa anggrek Mama di luar, Alexandra di dalam saat itu. Tiba-tiba seseorang berpakaian serba hitam datang dan membuka pagar. Awalnya mama kira dia hanya tamu biasa, tapi ketika dia menanyakan keberadaan Papa, Mama mulai teringat dengan apa yang kita bicarakan tadi malam. Dan Mama yakin sekali itu dia.”

            “Apakah dia mencurigakan?”

            “Dari pakaiannya saja sudah mencurigakan. Apalagi jika kalian melihat tatapannya. Matanya mengitari rumah saat itu, seperti mencari seseorang atau apa mama gak tahu. Tapi ada pistol di balik jaketnya.”

            “Gimana mama bisa tahu?”

            “Mama terlalu tahu hal semcam itu sejak menjadi istri papamu.”

            Semuanya nampak terngugu mendengar apa yang dikatakan Mama. Inti pembicraan ini adalah : Rumah Pak Goes tidak lagi aman dan semua yang tinggal di dalamnya berada dalam status tidak aman.

            Yang paling di khawatirkan Willian adalah Delphine. Dia takut terjadi apa-apa dan tidak bisa menjaganya.

            “Gimana kalau sementara kalian semua pindah?” Usulan William terdengar begitu gegabah bagi Pak Goes. Rumah ini memang sudah menjadi perhatian musuh. Yang perlu kita lakukan hanya diam di dalamnya dan memikirkan strategi lain. Tidak pindah atau melarikan diri.

            “Jangan gegabah, William.” Entah kenapa Pak Goes bisa terlihat begitu tenang. Tidak seperti William. Padahal ketenanganlah yang harus dimilikinya saat ini. Ia harus bisa menyalurkan ketenangannya pada semua ornag di sini. Seperti apa yang dilakukan Pak Goes.

            “Kita akan tetap tinggal di sini. Tapi Papa harap kalian semua lebih berhati-hati.” Pak Goes melihat kea rah Gabby yang nampak masih terdiam, “gimana rencanamu, Lex?”

            “Hah?” Alexandra memang sudah menceritakan rencananya tentang membuat Yuma berkata yang sebenarnya. Gadis itu sudah menghubungi Yuma agar berada pada salah satu Bar di tengah kota dan mereka akan bertemu di sana. Kedekatan Alexandra dengan Yuma sebelumnya membuat Yuma tidak curiga ketika Alexandra meminta sebuah pertemuan dengan alasan ingin curhat. “Eh? Tadi Lexy udah hubungin kak Yuma. Dan dia udah setuju buat ketemu di bar.”

            “Kalau begitu nanti tiga anak buah om bakal ngikutin kamu dari belakang. Dan kamu pegang ini.” Pak Goes menyerahkan sebuah pulpen dengan alat perekam pada keponakannya itu. Benda itu bisa digunakan untuk merekam apa saja yang akan di katakana Yuma ketika mabuk dan Alexandra terus menanyakan pertanyaan yang memancing Yuma untuk mejawab. “Itu adalah alat perekam, kamu bisa gunakan ketika Yuma mulai ‘bernyanyi’.”

            “Iya, Om.”

            “Lexy, sendiri Pa?” Delphine menyela ketika sadar Alexandra akan pergi sendiri menjalankan misi ini. “Delphine ikut aja?”

            “Jangan kak, Lexy udah bilang sama Kak Yuma kalo Lexy lagi ada masalah sama kak Delphine.”

            Mengerti apa yang dikatakan Adik sepupunya itu Delphine hanya mengangguk dan kembali mendengarkan apa yang dikatakan Ayahnnya. 

            “Kamu jangan kemana-mana malam ini, Del. Temani mamamu.”

***

            William sama sekali tidak berniat melibatkan seluruh anggota keluarga Pak Goes pada masalahnya ini. Ketika tadi pagi dengan sangat terpaksanya ia meninggalkan kediaman Pak Goes, yang berarti ia meninggalkan cintanya begitu saja dalam pusaran bahaya, William sudah ingin menjerit dan meminta siapa saja untuk meminjaminya mesin waktu. Siapapunlah.

            Sekarang sudah sore, William berada di rumah besar karena Wilson yang sakit dan Gabby yang mendadak terjatuh pingsan dan ditemukan ketika salah seorang pembantu rumah besar membawakan makanan untuk makan siang kakaknya itu.

            Sekarang William hanya bisa ikut berbaring di sebelah Wilson yang nampak nyenyak dalam tidurnya sedangkan Eve yang sedang bermain di depan televise dengan miniature balok-balok nada yang diberikan Gabby bulan lalu.

            Nampak keringat bercucuran di dahi Wilson. Dengan telaten William mengusapnya sambil berharap ia bisa membuang semua kegundahan William bersama keringat yang ia usap. Ini bukan kali pertama William merawat anaknya yang sakit seorang, selalu bukan yang pertama kali setelah Deana meninggal.

            Ahh … Deana.

            “Heh jagoan … Ayo cepet sembuh!”

            Si kecil Eve diam-diam menghampiri ayahnya dan merangsek masuk dan berbaring diantara sang Ayah dan adiknya yang tengah tertidur. Matanya sudah memerah seperti menahan kantuk.

            “Eve! Jangan gitu dong, Son kan lagi tidur!”

            Satu hal yang tidak bisa William lakukan selain menguncir rambut Eve adalah membuat kedua anaknya tidur siang. Jangankan membuat keduanya tertidur, Jam tidur siang mereka saja William tidak tahu.

            “Son kalo tidur jelek ya, Pop?”

            Tanpa sadar keduanya memandangi Wilson yang sepertinya sudah benar-benar tidak sadarkan diri dan terlelap dalam tidurnya. Mereka tersenyum dalam ritme yang sama, ritme yang secara naluriah keluar dari dalam diri masing-masing sebagai pasangan ayah dan anak. Sekuat itu ikatan mereka bertiga, kalian perlu tahu itu.

            “Emang kamu enggak?” Dengan santai William menimpali perkataan Eve yang benar-benar menjatuhkan kredibilitas Wilson sebagai anak laki-lakinya. Sebenarnya ini lebih ke William membela sesama kaumnya saja.

            “Emang Eve jelek kalo tidur? Mangap gitu kayak Son?”

            “Eh? Son gak mangap! Yang mangap mah kamu!”

            Keduanya tertawa mengingat kebiasaan Eve yang memang selalu tidur dengan mulut terbuka.

            Ugh, betapa sayangnya William pada mereka berdua. Hingga dengan gerakan tiba-tiba, lengan kokoh William melingkar dan mendekap kedua anknya secara bersamaan, sedikit kencang seolah ingin menyatukan mereka kembali dalan satu telur yang sama seperti saat mereka belum lahir ke dunia.

            “Sakit, Pop!”

            Dilepasnya dekapan William dengan perlahan. Tangannya yang bebas menarik Eve untuk melihatnya dengan lebih dekat, saat itu William memberikan senyum terbaiknya. “Pop sayang sama Eve.”

            “Eve juga sayang sama Pop.”

            Dikecupnya kening Eve dengan penuh kasih sayang, sedangkan anak itu malah tak henti-hentinya meronta karena tidak mau dikecup sang ayah. Duh, sebesar ini saja Eve sudah tidak mau dikecup ayahnya sendiri, bagaimana nanti? William sepertinya harus benar-benar siap diduakan Eve dengan dunia anak gadisnya itu kelak.

            “Eh? Pop sayang gak sama Mom?”

            Deg.

            Selama William menjadi Ayah si kembar. Ini adalah pertanyaan pertama Eve tentang Mom mereka. Tentang perasaan William pada Deana. Bagiamana William bisa menjelaskannya? Bagiamana William bisa mendeskripsikan seberapa besar sayangnya pada Deana, seberapa cintanya William sehingga ia bertahan sampai hari ini, sampai detik ini.

            Dan bagaimana William harus menjelaskan bagaimana dirinya yang jatuh cinta pada Delphine secara tiba-tiba? Bagaimana mereka bisa mengerti?

            “Pop sayang sama Mom lebih dari apapun. Karena Mom ada di dalam hati kita masing-masing.”

***

Have you enjoy? 

Please answet that queation on comment box on this site, explain how your feel or give me critics and advices for this chapter, or you can mention me on twitter @Rulitash 
I'm waiting for your feedbacks *ketjup manis manja*

This entry was posted on Senin, 21 Oktober 2013 and is filed under ,,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

12 Responses to “Gold Hold [Chapter 15]”

  1. Udah lama juga ku gak baca cerita km lg yg ini :)
    Oya, ada benerapa masukan

    Agaknya ada satu kalimat yang rancu deh di bagian awal. Si Delphien. Kalo gak salah yang ini, "Udah deh jangan dulu banyak tanya....." seandainya diganti dengan begini -> " Udah deh, jangan banyak tanya dulu....."
    Dan di bagiannya Gabby rasanya masih ada typo. Mungkin karena belum ada yg km edit kali ya. :)
    But overall keren kok. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Keyko :) Sebelumnya makasih udah baca :) Oh iya, yang bagian itu kalu dibaca lagi emang rancu X) Itu kebiasaan kalo bicara sehari-hari jadi kebawa-bawa, hehe typo masih banyak padahal aku udah re-read hehe, makasih kritik dan sarannya keyko ;) salam kenal :)

      Hapus
  2. Aaah selalu nunggu nih... Bgur.... Kasian Wilson sakit ya..... Next.nya jgn lama2 ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim : Makasih nih sebelumnya sudah ngikutin Gold Hold :) Iya nih kasian Wilson sakit ... InsyaAlloh next chapternya cepat :)

      Hapus
  3. seperti biasa, kereeen ^o^ kalo bisa, chapter depan banyakin scene delphine sama william-nya dibanyakin ya, dibikin romantis gituu hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Widiaaaaa :) Kayalnya romantis-romantisannya mereka gak dulu di part depan deh, part depan mah siksa hubungan mereka aja dulu hueheueh *evilsmirk* Thanks feedbacknya, Wid ;) *ketjup*

      Hapus
  4. kak cepetan dong lanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Laptopku lagi di pake kakak nih, mungkin minggu depan baru bisa update :) Makasih sudah bacaaa :)

      Hapus
  5. waaaahhhh maaf ya baru ngomen, kemaren paket habis.
    Si kembar tambahin donggg :D eh itu si Delphine enggak ada ke Golda ya? lanjutannya cepetan yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. si kembar lucu yaaaa kayak authornya <3 tapi di part depan porsi mereka gak banyak-banyak :p soanya konfliknya ampir pecah (?) wkwk makasih ya sudah kasih feedback :) makasih juga sudah baca *ketjup*

      Hapus
  6. Rulitaaa, kapan part 16 di post?? udah kangen banget sama si kembar ini...

    BalasHapus
  7. Assalamu'alaikum
    Salam silaturahminya,kami dari komunitas blogger garut ( BlogGar ), ingin mengundang anda untuk sama2 berbagi cerita dan pengalamannya, maka dari itu,kamu segenap keluarga besar BlogGar mengundang anda untuk bergabung di grup komunitas BlogGar ( blogger garut )
    silahkan langsung ke TKP aja hehe : https://www.facebook.com/groups/167745250059957/
    terima kasih atas perhatiannya,kami tunggu ya :D

    BalasHapus