GOLD HOLD [Chapter 16]



Sudah beberapa kali Alexandra menarik napasnya dengan panjang kurang dari satu jam ini. Bagaimana tidak? Ia berada di club malam saat ini. Selain pertama kalinya berada di tempat hiburan malam, apa yang akan dilakukannya pada Yuma nanti benar-benar membuatnya takut sendiri.

    Rencana sudah disiapkan dengan sebegitu matangnya. Pak Goes sudah menyuruh beberapa anak buahnya berjaga dengan tak ketara di dalam club, antisipasi jika hal-hal tak diinginkan terjadi. Alat perekam yang dititipkan laki-laki itu juga sudah disimpannya dalam tas, yang sewaktu-waktu akan dikeluarkannya sebagai alat perekam ‘nyanyian’ Yuma.

    Kini Alexandra hanya duduk gelisah diatas kursi tinggi dengan seorang Bar Tender yang memandanginya dengan tidak nyaman. Ya, sepertinya siapapun akan merasa tidak nyaman melihat Alexandra yang duduk gelisah, tidak bisa diam dan melenguh setiap hampir satu menit sekali.

    Sedangkan suasana club semakin ramai, semakin malam malah semakin tidak terkontrol. Dan parahnya Yuma belum terlihat sama sekali.

    “Mbak, Sudah mau pesen sesuatu?”

    Bar Tender dengan nametag bertuliskan Popeye di dadanya itu membuat Alexandra mengalihkan perhatian. Si Popeye ini berteriak demi mengalahkan suara dentuman musik DJ dan speaker aktif yang nyaring di seluruh sudut club.

    “Eh, ada air putih gak?”

    Dengan sedikit mengernyitkan dahi, si Popeye mengangguk dan membuat segelas air putih dengan Es yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk bulat sempurna kemudian dimasukan kedalam gelas berisi air putih milik Alexandra. Jujur saja Alexandra terpukau dengan atraksi yang dilakukan Bar Tender tampan ini.

    “Air putih dingin, untuk cewek cantik yang kelamaan nunggu dan gak bisa diem!”

    Refleks Alexandra tertawa mendengar ucapan si Popeye ketika menyodorkan air putihnya. Dengan sisa tawanya Alexandra meneguk airnya hingga tersisa separuh.

    “Itu namanya emang Popeye ya?”

    “Hah?”

    “Itu nametag nya!”

    Tangan si Popeye menyentuh bagian nametagnya yang terkait rapi ke baju seragam yang kini dikenakannya, sambil tertawa dan menujukannya pada Aalexandra. “Iya, nama saya emang Popeye. Lucu ya?”

    “Serius?”

    “Ya gak lah!”

    “Ish.”

    Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar dengan jaket kulit berbau alkohol datang mendekat ke arah si Popeye, dia memberikan kode yang entah apa dengan tangannya. Kemudian Si Popeye mengangguk dan melihatnya sebentar. “Bentar ya, Mbak.”

    Jika dilihat-lihat, si Popeye ini sama sekali tidak terlihat sebagai Bar Tender sebuah klub malam, dia malah terlihat sebagai mahasiswa yang baru saja memulai kuliahnya di perguruan tinggi. Tanpa sadar Alexnadra malah mengamati bagaimana si Popeye kembali menunjukan aksinya dalam meracik minuman, namun kali ini bau alkohol menyengat hidung perawannya. Membuatnya pusing dan ingin muntah seketika.

    “Lexy?”

    Pundaknya yang ditepuk seseorang dengan tiba-tiba membuat gadis itu terlonjak dan membalikan tubuhnya. Ia menemukan seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus yang sangat dikenalnya. Galang. Mantan pcara kakak sepupunya. Ya, Alexandra mengingatnya dengan sangat baik.

    Si Popeye terlihat memalingkan pandangan ke arah mereka ketika melihat seseorang yang menyapa Alexandra.

    “Kak Galang?”

    “Ngapain di sini?”

    Ugh, tentu saja Alexandra tidak akan mengatakan bahwa tujuannya berada di sini adalah demi menjebak Yuma dan membuatnya bernyanyi.

    “Nunggu temen kak!”

    Alexandra bisa melihat bagaimana Galang yang sedikit terkejut dan mengeryitkan dahinya dengan sempurna setelah mendengar jawabannya yang diplomatis. 

    “Aku kira kamu gak suka tempat kayak gini.”

    Laki-laki itu mengambil duduk di sebelah Alexandra, dan memutar kursinya sehingga mereka saling berhadapan. “Hehe, emang baru pertama kali juga sih.” Pelan, ya suaranya sangat pelan dan dalam hati Alexandra berharap Galang tidak bisa mendengar suaranya.

    “Kamu sendiri?”

    Duh, Alexandra tahu betul apa maksud pertanyaan Galang. Ya, Apalagi kalau bukan menanyakan keberadaan Delphine sang mantan kekasih yang sampai saat ini masih diidam-idamkannya.

    “Kakak sendiri? Lagi ngapain?”

    “Pulang ngantor, bĂȘte, jadi kesini.”

    Anggukan Alexandra terlihat seolah mengerti. Padahal jauh dalam lubuh hatinya, ia sama sekali tidak mengerti mengapa setelah cape bekerja, Galang lebih memilih mendatangi klub malam, bukannya tidur ke rumah atau mandi uap saja di sauna.

    “Aku kira kamu sama Delphine. Soalnya tadi aku lihat ada Yuma di sana.”

    Oh … Apa katanya? Yuma? Yuma sudah ada di sini? Yuma yang dikenalnya bukan? Yuma yang memiliki janji bertemu dengannya kan? Kenapa bisa sahabat kakak sepupunya itu malah tidak menemuinya sama sekali dan terus mengatakan sedang berada di perjalanan ketika ia menghubunginya?

    “Oh ya? Dia sama siapa, Kak?”

    “Sama cowoknya. Si Jo. Kamu tahu kan?”

    Astagaaaa …

    “Kesana yuk, kak? Nyemperin kak Yuma. Kebetulan ada yang mau aku omongin nih sama dia.”

    Beberapa saat Galang terlihat berpikir dan mengamati Alexandra dengan saksama, seolah mencari tahu ada tidaknya sesuatu yang disembunyikan gadis itu dibalik bulu mata dan bola mata indahnya.

    “Enggak, ah. Males ada cowoknya.”

    “Emang kenapa sama cowoknya? Gigit?”

    Joking yang dilontarkan Alexandra sepertinya sama sekali tidak dianggap Galang, karena laki-laki itu malah menarik napasnya dan berdiri seolah akan segera beranjak. “Mending nanti aja, kalau Yuma lagi sendiri. Serius cowoknya emang Gigit!”

***

    Galang pergi.

    Entah kemana. Dan sekarang Alexandra kembali sendiri. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Lagipula, apa yang dilakukan Yuma sehingga berbohong padanya? Ditambah lagi perkataan Galang yang menyebutkan bahwa Yuma bersama Jo. YaTuhan, Alexandra benar-benar berkeringat dingin sekarang.

    Getaran halus di handbagnya membuat Alexandra tersadar kemudian melihat apa yang bergetar di dalam sana. Tentu saja handphone. Suara Justine Timberlake dalam lagu Mirror yang ia setting sebagai nada dering sama sekali tidak terdengar, hanya getaran halus yang ia rasakan dan nama Delphine tercantum di sana.

    “Hallo, Kak?”

    “Belum nih, Aku belum ketemu Kak Yuma. Tapi katanya ada yang lihat dia sama pacaranya di sini. Iya kak. Iya, aku pasti hati-hati. Kakak tenang ya, doain aku aja supaya berhasil.”

    Ya, semoga berhasil dan semoga Tuhan tetap menyertainya.

    “Mas!”

    Si Popeye menoleh dan mengeryitkan dahi ketika Alexandra memanggilnya. Dia menghampiri dengan tenang, tidak tahu apa yang akan dilakukan gadis itu dalam memancing makanan yang sudah hampir ditelan singa di sana.

    “Ya, Mbak?”

    “Ini KTP saya. Kalau saya sampai gak kesini lagi sampai klub ini tutup. Tolong hubungi alamat yang tercantum di situ ya, Mas?”

    Meskipun masih bingung atas apa yang dilakukan Alexandra, si Popeye menerima KTP gadis itu dan memasukannya ke dalam kantong celana. Kemudian dengan saksama matanya mengamati Alexandra yang berjalan menjauh menghampiri kerumunan di lantai dansa. Setelahnya ia tidak bisa melihat penampakan gadis itu.

    Dia tidak pernah merasa segelisah ini sebelumnya.

***

    Gabby memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa soal surat yang diberikan Jo tadi pagi. Yang pasti ia belum bisa memecahkannya sampai saat ini. Keberadaan William di rumah besar membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Bukannya Gabby tidak takut, Gadis itu malah mencoba berdamai dengan rasa takut yang menyelimutinya, mencoba berdamai dengan keadaan yang benar-benar tidak berpihak padanya saat ini.

    Ketika Gabby masih meringkuk di atas ranjangnya dengan selimut yang dibiarkan terjatuh ke lantai, William masuk tanpa mengetuk pintu. Gabby melihatnya dengan tatapan kosong.

    Adiknya itu masuk dengan nampan berisi makanan hangat, Gabby tidak tahu apa. Tapi dia sama sekali tidak mau memakan apapun saat ini. 

    “Sakit lagi kan lo. Udah gue bilangin jangan masuk kantor dulu.”

    William yang duduk di ranjangnya membuat tempat tidur berguncang dan pada saat itu Gabby menarik nafasnnya dalam-dalam seolah ada bahaya dalam setiap gerakan yang dibuat adiknya sendiri.

    “Lo gak apa-apakan?”

    “Gak, Will.”

    Diraihnya sebuah mangkuk berisi bubur yang sudah dicampur dengan obat penenang dan obat tidur sesuai takaran dokter agar kakaknya ini lebih tenang. Analisis Dokter, Gabby mengalami Trauma dan gangguan psikis ringan. Oleh karena itu Gabby masih dalam pengawasan ketat sampai dengan hari ini.

    “Makan yuk. Gue siapin sendiri loh.”

    “Gak, Will. Gak mau makan.”

    Dari Awal William sudah menyangka hal ini tidak akan berjalan dengan mudah. Pemuda itu memutuskan untuk menyimpan lagi makanan yang ia bawa ke atas nampan. Ia akan sedikit mengalihkan perhatian Gabby sedikit.

    “Udah lama nih gue gak curhat sama lo, Kak. Malam ini gue mau curhat boleh ya?”

    Pandangan mata Gabby tetap terlihat kosong dan memandanginya seolah mengintimidasi. Diam-diam William menelan ludahnya sendiri, merasa bodoh karena takut pada sosok kakak perempuannya saat ini.

    “Curhat soal apa?”

    Yes. Berhasil. Dalam hati, William sibuk bersorak sendiri karena Gabby berhasi teralihkan. Dan saat ini William harus rela menggadaikan harga dirinya untuk sang kakak. “Wajar gak sih kalau gue jatuh cinta lagi?”

    Ya, tergadailah harga diri William pada sang kakak. Dia terlihat seperti remaja labil yang baru pertama kali jatuh cinta dan meminta cara yang ampuh agar bisa mencium pasangannya. Sedikit menjijikan mengingat William berusia 28 tahun saat ini.

    “Delphine ya?”

    “Iya, kak. Delphine, cintanya gue.”

***

    Hebat. Alexandra sudah berada diantara Jo dan Yuma saat ini. Keringatnya kembali muncul dimana-mana. Kali ini lebih parah dari sebelumnya. Bagiamana tidak? Jo selalu memandangnya dengan tatapan mengintimidasi. Tajam dan mematikan tingkahnya dalam satu tembakan.

    Sebelum benar-benar menghampiri Yuma dan kekasihnya, terlebih dahulu Alexandra memastikan anak buah Pak Goes masih dalam jangkauan pandangannya, baru kemudian ia mulai berakting seolah-olah tidak sengaja menemukan Yuma di salah satu sofa pojok klub yang semakin malam semakin remang.

    “Maaf ya, Lex. Tadi pas nyampe aku mau langsung ketemu kamu sebenernya, cuma ketemu Jo duluan di sini.”

    Hah? Ketemu? Lo kira gue percaya? Bukan yang pertama kalinya Alexandra bersungut sendiri semenjak kurang lebih berada sepuluh menit berada dintara dua orang ini. “Gak apa-apa kok, Kak. Tadi cuma risih aja nunggu sendiri.”

    Gadis ini bisa melihat bagaimana Jo merangkul Yuma dan membuat jarak mereka semakin dekat. Bahkan jika tidak salah lihat, ia melihat Jo yang mendekatkan mulutnya dengan perlahan ke kuping Yuma dan membisikan sesuatu yang sama sekali tidak bisa terdengar olehnya. Yang dilihatnya kemudian adalah Jo yang beringsut berdiri setelah berhasil mengecup pipi Yuma sekilas. Matanya kembali beradu dengan mata tajam nan nyalang milik Jo, ia kembali terintimidasi dan kembali berkeringat.

    Setelah dipastikan Jo sudah tidak terlihat lagi, Alexandra baru bernar-benar bernafas lega. Bagiamana tidak? Pandangan Jo yang benar-benar mengintimidasinya sedari tadi tidak dilihatnya lagi.

    “Sorry ya, Lex. Jo kadang suka gitu kalau gue lebih milih apapun selain dia.”

    Apa maksud Yuma? Mau sombong karena dicintai Jo? Cih.

    “Gak apa-apa kok, Kak. Aku tahu gimana protective dan egoisnya cowok-cowok.”

    Oke, War is begin …

    Dengan gerakan tidak ketara, Alexandra mengeluarkan pulpen dengan alat perekam milik Pak Goes yang sudah disiapkannya dari tadi. Dan dengan diam-diam pula Alexandra menghembuskan napasnya. Semoga ketakutannya terbang bersama partikel karbon dioksida yang dibuangnya.

    “Gimana kabar kakak?”

    “Agak rumit banget sih akhir-akhir ini hidup gue, masalah rumah, masalah Golda, belum lagi punya cowok yang sedikit overprotective kayak Jo tadi … duh, kabar lo sendiri gimana, say?”

    “Sama nih, lagi bĂȘte banget, kak Delphine sering gak mau ngalah kalo di rumah.” Sebelum melanjutkan obrolannya, Alexandra membernarkan letak handbagnya dan duduk dengan lebih nyaman meski tetap tegang.

    “Eh, kabarnya atasan kalian di Golda kecelakaan gitu ya, kak? Gimana ceritanya sih kok bisa gitu?”

    “Eh? Itu sih udah lumayan lama, kan pelaku tabrak larinya juga ada di sana.”

    “Kabarnya kakak ada di tempat kejadian ya?”

      BRUUUKKKKK!!!

    Dengan tiba-tiba saja sebuah meja terbalik begitu saja dan membuat semua orang hedonis di klub ini memalingkan perhatian dari dunia mereka dan berusaha melihat apa yang terjadi.

    Sebuah meja besar yang sebelumnya di tempati empat orang berdasi dengan banyak botol kosong bir dan gelas-gelas tinggi yang masih terisi penuh dengan bir tumpah begitu saja menimpa lantai. Sebagian pecah dan sebagian hanya menyentuh keras lantai dengan suara mengundang, belum lagi meja malang yang kini sudah dalam posisi terbalik.

    Alexandra dan Yuma yang sama-sama terkejut dengan refleks berdiri. Bukan main terkejutnya mereka ketika melihat penampakan Jo di sana. Di depan mereka dengan mata nyalang marah, seolah baru saja mengetahui hal buruk yang telah direncanakan untuknya.

    Yuma jelas tidak tahu apa-apa kali ini.
 
     Tapi tidak dengan Jo. Dengan orang yang Gabby anggap seperti monster.

    “Ke…ke…napa?”

    Yuma masih bisa bersuara meski dengan tergagap. Berbeda dengan Alexandra yang kini hanya bisa terdiam melihat penampakan di depannya. Penampakan Jo yang berapi-api.

    Keringat mengucur begitu saja dari dahi Alexandra, ada sesuatu dalam dirinya yang menjerit meminta semua ini berakhir, meminta Alexandra kembali pada semula, bukan Alexandra yang berakting kuat padahal sama sekali tidak.

    “Aaaaaaa!”

    Dengan tiba-tiba ada tangan kekar yang mengunci kedua tangannya ke belakang. Suasana klub semakin terlihat riuh. Beberapa orang ikut menjerit ketika Alexandra menjerit, ada yang sibuk mengamankan pasangan masing-masing dan ada yang sekedar berbisik-bisik mengomentari apa yang terjadi. 

    Seseorang berjas hitam rapi yang sebelumnya berada di sudut-sudut klub kini malah berkumpul dan seolah mengepung Alexandra. Sekuat tenaga Alexandra mencoba melepasakan diri dan menjerit sekencang-kencangnya, berharap siapa saja menyelamatkannya saat ini.

    Anak buah Pak Goes tidak terlihat dimana pun. Tidak terlihat seorangpun yang berniat menyelamatkannya saat ini. Dan saat itu pula Alexandra merasa dunianya akan berakhir sampai saat ini saja. Alexandra merada dunia sedang mengkhianatinya saat ini. Sungguh.

   Matanya sudah berair dan hampir air matanya sudah hampir jatuh ketika melihat bagaimana Jo yang memandanginya dengan bengis, dan jarak Jo dengannya semakin terkikis. Seolah-olah Jo adalah predator yang bersiap memakannya.

    Yuma hanya terlihat di sisi ruangan, terhalang beberapa orang berbaju serba hitam dan terlihat hanya memandangi apa yang dilakukan sang kekasih. Bagiamana bisa Yuma tergila-gila pada pemuda macam jo? 

     BLEP!

  Tiba-tiba lampu padam. Seluruh ruangan benar-benar terlihat gelap sekarang. Orang-orang semakin riuh, merutuki ketidakmengertian mereka atas apa yang  baru saja terjadi. Mengapa bisa lampu begitu saja mati padahal mereka tengah menyaksikan pertunjukan super langka seperti ini?

    “Aa-“

    Ada yang membekap dan menarik tangan Alexandra sehingga menjauhi tempatnya saat itu. Bukannya Alexandra tidak berontak, hanya saja pemberontakan yang dilakukannya tercekik habis oleh orang kurang ajar ini.

    Lalu dengan tiba-tiba matanya terbuka dan Alexandra menyadari dirinya sudah berada di luar club malam yang menjijikan itu. ”Ke-Ken-napa?”

   Dan saat itulah Alexandra melihat si bar tender tadi di depannya, dengan wajah kahwatir yang benar-benar tidak bisa dideskripsikan. Lalu seorang lain yang juga dikenalnya dengan baik. Galang. Kenapa pria itu bisa ada disini? Bukankah dia sudah pergi dan enggan turut campur tangan? 

    “Kamu ngapain sih, Lex? Cari mati?”

   Galang marah. Alexandra tahu hal ini semata-mata hanya karena Galang khawatir padanya. Dan saat itu pula Alexandra hampir menangis.

    “Kayaknya, mereka bakal sadar kalo Mbak ini gak ada. Kita harus-cepet-cepet pergi.”

    Galang sudah memikirkan hal ini ketika Alexandra nekat menemui Yuma yang sedang bersama Jo, untuk itu ia juga meminta bantuan sang bar tender yang terlihat baik itu. Untuk sementara ini Alexandra akan aman jika disembunyikan saja.

    “Kita sembunyi!”

***

    Pelan-pelan Alexandra ikut membuka daun pintu sebuah rumah kontrakan di pemukiman padat penduduk yang tidak begitu diketahuinya. Setelah berhasil keluar dari klub dan memakai mobil Galang untuk bisa sampai disini, Alexandra benar-benar lega luar biasa. Bayangan seperti ini jelas saja tidak pernah terbayang dibenaknya.

    Rumah kontrakan yang tidak terlalu besar, tapi mempunyai dua kamar tidur. Perabotan di dalamnya tidak terlalu banyak dan Alexandra langsung curiga kalau tempat ini adalah tempat si Popeye.

    “Ini kontrakan Rex, kamu mending di sini dulu. Sementara jangan hubungi keluarga kamu. Jangan hubungi siapa-siapa karena Jo pasti nyari-nyari keberadaan kamu.”

    Setelah berbicara panjang lebar seperti itu, Galang menutup pintu dan meminta semuanya tidak melakukan aktifitas atau hal yang mencurigakan. “Matiin handphone kamu, Lex. Kalo perlu buang simcardnya.”

    Tanpa membantah, Alexandra mematikan handphonenya dan mengeluarkan simcardnya.

    “Terus gimana sama Kak Delphine dan keluarga aku yang lain? Mereka pasti kahwatir. Nanti aku pikirin. Kamu tenang aja.” Galang yang melihat Alexandra masih kebingungan kembali membuka suara. “Ini Rex. Bar tender klub yang kamu datengin tadi.”
 
     Alexandra melihat Rex yang masih memakai baju seragam dan nametag dengan nama popeye kemudian tersenyum sungkan. “Tadi, setelah liat kamu nekat nyamperin Yuma dan ngasih KTPmu ke Rex aku malah jadi antisipasi. Meskipun aku gak tahu kamu mau ngapain, tapi aku tahu Jo. Untuk itu aku kerja sama sama Rex dan bawa kamu kesini.”
 
     “Yang matiin listrik itu juga?”
 
     Anggukan Galang membuat Alexandra mengerti.
 
   Dia sudah bertindak salah dengan tidak memperhitungkan banyak hal. Meski sebelumnya ada beberapa anak buat Pak Goes, toh akhirnya mereka tidak ada yang membantu, entah kemana, Alexandra tidak mengerti.

   “Aku gak akan kenapa-napa kan kak?”

****

Author Notes :
 
Maaf sekali bagi yang nunggu kelanjutan Gold Hold dari dulu. Jujur aku udah nulis part ini lama banget, beberapa hari setelah part sebelumnya selesai, mungkin. Tapi ada beberapa hal yang bikin aku vacum post cerita bersambung ini. Aku butuh kritik dan saran buat cerita penuh drama ini, yang sudi silahkan dilayangkan ke kolom komentar :D jangan kapok nunggu Gold Hold ya manteman :')

This entry was posted on Minggu, 22 Juni 2014 and is filed under ,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

6 Responses to “GOLD HOLD [Chapter 16]”

  1. yehhh akhirnya dipost juga :D

    ohh iya, pas scene di bawah ini kurang tanda petiknya...
    pas sebelum kata Nanti.

    “Terus gimana sama Kak Delphine dan keluarga aku yang lain? Mereka pasti kahwatir. Nanti aku pikirin. Kamu tenang aja.” Galang yang melihat Alexandra masih kebingungan kembali membuka suara. “Ini Rex. Bar tender klub yang kamu datengin tadi.”

    maaf ya sebelumnya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeey iya nih aku penulis yang males banget -_- dan makasih koreksinya :D Typo-ku emang kadang sadis, tidak terhitung dan sembarangan. Haha makasih sudah baca :)

      Hapus
  2. iya, ditunggu kelanjutannya :)

    BalasHapus
  3. yeaayy akhirnya di posting jugaa, maaf telah comment .__.v apa kabarnya nih si kembar? aku kangen hahaha. keep posting, semangattt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Si kembar baik-baik aja, cuma Wilson sedikit deman. Makasih sudah baca yaaa! :)

      Hapus
  4. Aku selalu salut sama cerita-cerita kamu. Kamu jadi titisan nya Winna Effendy aja geh. Aku titisan Taylor Swift :3 lanjut terus, broh! :D

    BalasHapus