REVIEW INTERLUDE

INTERLUDE



Judul : Interlude (Selalu ada jeda untuk bahagia)
Pengarang : Windry Ramadhina
Penerbit : GagasMedia
Editor : Gita Romadona
Penata Letak :  Gita Ramayudha
Design & Ilustrasi cover : Levina Lesmana
Jumlah Halaman : 371 halaman
Harga : Rp. 58000,-

Hanna,

Listen

Don’t cry, don’t cry

The world is envy

You’re too perpect

And she hates it



Aku tahu kamu menyembunyikan duka di senyummu yang retak.

Kemarilah, aku akan menjagamu, asalkan kau mau mengulurkan tanganmu.

“waktu tidak berputar ulang. Apa yang sudah hilang,

tidak akan kembali. Dan, aku sudah hilang.”

Aku ingat kata-kata itu, masih terpatri di benakku.



Aku tidak selamanya berengsek.

Bisakah kau memercayaiku, sekali lagi?



Kilat rasa tak percaya dalam matamu,

Membuatku tiba-tiba meragukan diriku sendiri.

Tapi, sungguh, aku mencintaimu,

merindukan manis bibirmu.



Apa lagi yang harus kulakukan agar kau percaya?

Kenapa masih saja senyum retakmu yang kudapati?



Hanna, kau dengarkah suara itu?

Hatiku baru saja patah …

Hanna. Gadis yang selalu sendiri belakangan ini. Dia penakut dan cengeng, selalu terbata-bata dan tidak berusaha berpura-pura. Dia gadis dari Ipanema.

“Waktu tidak berputar ulang. Apa yang sudah hilang tidak akan kembali. Dan, aku sudah hilang.”
Kai. Jika aku boleh memaki, maka akan kukatakan bahwa pemuda satu ini begitu berengsek, tolol dan menyedihkan. Dia menyia-nyikan hidupnya dan tidak punya ambisi.

“Bukan, aku bukan musisi. Aku bukan siapa-siapa, lebih tepatnya, dan tidak akan pernah jadi siapa-siapa.”
Tidak seperti Hanna yang selalu terlihat sendiri, Kai selalu bersama dua orang lainnya di studio di atas kofilosofi, Gitta dan Jun. Mereka bertiga adalah Second Day Charm yang kemudian melejit setelah mengeluarkan album demo dan berada di bawah label Sony Music.

Saat itu, Hanna yang bodoh membuat Kai melihatnya di Kedai Kopi, Kofilosofi. Kemudian mereka berdua bertemu lagi dan membuat pemuda itu semakin menyukainya.

Kai kira semua itu adalah bagian dari permainan yang sengaja di buat Hanna, sampai dia tahu bahwa dia telah mengorek luka Hanna begitu dalam.

Mereka lebih dekat berkat menu-menu jazz milik Pra di meja terbaik Nigel’s setelah sebelumnya berada di meja nomor sembilan dan menjadi wanita sempurna yang membuat semua penggemar Kai mendidih. Tapi masa lalu tetap menghantui gadis itu meski Kai telah menawarkannya laut, meski Kai berjanji akan meluruhkan seluruh celanya.

Selain itu, Gitta dalam masalah. Karena ambisinya yang terlalu besar tanpa sadar telah membutakannya. Melemahkannya dan membuat Gitta tidak seperti Gitta. Tapi Gitta punya Jun. Pemuda yang bijaksana dan mencintai  Gitta demikian adanya.

Bagaimana dengan Hanna? Bagaimana dengan Kai yang merasa tidak punya tempat di dunia? Atau bagaimanakah Jun membuat Gitta sadar akan kedalaman cintanya?

Jelas aku tidak bisa membeitahukanmu di sini.

***

Interlude adalah novel kedua Windry Ramadhina yang aku baca. Aku melewatkan Orange, Memori, Metropolis dan London. Aku tidak sengaja melewatkannya, sungguh!

Tapi kemudian, setelah terpukau dengan kisah Rayi dan  Haru di Montase, aku bertekad untuk tidak melewatkan Interlude. Saking tidak sabarnya, aku pre-order edisi tanda tangan dan menunggu kurir datang mengantarkan Kai dan Hanna.

Interlude adalah kisah pilu yang mendalam. Tidak hanya tentang Hanna dan Kai tapi tentang keluarga yang menyedihkan layaknya di Montase, hanya saja, Interlude lebih menonjolkan romatisme Kai dan Hanna, dan konflik pelik mereka.

Jika di Montase aku menangis, maka di Interlude aku tidak mengeluarkan air mata sedikitpun. Padahal aku selalu sensitif jika konflik sudah mengarah pada permasalahan keluarga. Tapi kali ini aku kuat :’)

Mungkin karena Kai yang datar dan  terkesan tidak peduli memberikan efek yang sama pada kondisi mental aku ketika membaca. Sepanjang cerita aku hanya merutuk dan kesal setengah mati pada keluarga Kai, apalagi saat konflik keluarga klimaks dimana orangtuanya memutuskan untuk bercerai dan Kai menangis sepanjang malam. [spoiler]

Lain halnya dengan tokoh Hanna yang bisa menularkan rasa takutnya. Aku seakan bisa merasakan bagaimana Hanna terbata-bata, menangis dan ketakutan. Seakan-akan aku adalah Hanna dalam versi nyata dan masih SMA. Hahaha.

Interlude benar-benar luar biasa, kalian harus percaya. Aku mencintai detail-detail menarik yang dituliskan Windry, oh, bahkan aku menyukai Pra dan Nigel’s. Dan nama-nama menu makanannya yang luar biasa.

Aku bukan penikmat Jazz, tapi benar-benar luar biasa senang bisa mengetahui Nouvelle Vague dengan Bossa Nova yang dibahas beberapa kali di novel ini. Aku selalu senang mengetahui  hal baru dan Interlude memberikanku semua itu.

P.S
Dear, Levina Lesmana. Covernya luar biasa!

Sketsa tokoh Kai dan Hanna yang aku catut dari blog penulisnya langsung di windryramadhina.com

Hanna

Kai



This entry was posted on Senin, 09 Juni 2014 and is filed under ,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply